Kamis, 19 November 2015

hubungan panjang tungkai terhadap lari sprint 100

 BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Maslah
Atletik adalah salah satu cabang olahraga tertua yang dilakukan semenjak zaman purba. Gerakan - gerakan yang terdapat dalam cabang olahraga atletik seperti: berjalan, berlari, melompat dan melempar adalah gerakan yang dilakukan oleh manusia didalam kehidupan sehari - hari. (Syarifudin,1992:1).
Perkembangan atletik ditanah air juga ditandai dengan semakin banyaknya klub - klub atletik dibawah naungan PASI. Klub - klub tersebut saling bersaing dalam membina atletnya untuk berprestasi dalam bidang olahraga khususnya atletik. Atletik  adalah  olahragyang dalam setiap  gerakanymenggunakan aktivitas fisik atau jasmani, dimana dalam melakukanya seluruh anggota tubuh akan ikut bergerak, baik itu kaki, tangan atau anggota tubuh yang lain.
Perlombaan atletik banyak diadakan diberbagai tempat diseluruh dunia, event - event bertaraf internasional seperti Olimpiade, Asian Games, Sea Games, ditingkat nasional ada PON, Kejurnas, PORDA, Kejurda dan sebagainya. Khusus untuk nomor lari yang dilombakan dalam event nasional maupun internasional terdiri dari nomor: 1) lari jarak pendek, 2) lari jarak menengah dan, 3) lari jarak jauh. (Syaifuddin, 1992:10).
Untuk nomor lari jarak pendek ada yang dilakukan tanpa rintangan dan ada yang melalui rintangan, serta ada yang dilakukan dengan cara bersambung atau estafet. Nomor-nomor lari jarak pendek tersebut, rincian yang adalah sebagai berikut:
aNomor - nomor lari jarak pendek tanpa rintangan:100 m, 200 m, dan 400 m.
b) Nomor - nomor lari jarak pendek dengan melalui rintangan: 100 m gawang, 110 m gawang, 200 m gawang, dan 400 m gawang.
c) Lari estafet dengan 4 orang pelari yaitu: 4 x 100 m, 4 x 200 m, 4 x 400 m namun yang umum dilombakan adalah nomor 4 x 400 m.
Untuk menjadi atlet lari jarak pendek 100 meter yang berprestasi ada beberapa aspek yang harus dikembangkan melalui latihan, aspek - aspek tersebut adalah 1) persiapan fisik,2) persiapan taktik, 3) persiapan teknik dan, 4) persiapan mental (Bompa,1994:49). Dan aspek kemampuan biomotor yang meliputi kekuatan, kecepatan, daya tahan, kelentukan dan koordinasi juga harus dilatihkan dan dikembangkan, terutama pada atlet muda.
Dalam lari jarak pendek 100 meter kemampuan biomotor yang paling dominan dan sangat penting adalah kecepatan, dapat dilihat dari segi mekanika kecepatan adalah perbandingan antara jarak dan waktu. Latihan kecepatan sangat penting untuk diberikan pada atlet lari jarak pendek khususnya lari jarak 100 meter, karena untuk menjadi juara dalam lomba lari jarak pendek tersebut, diperlukan kecepatan yang maksimal dalaberlari, siapa yang tercepat maka dialah yang akan memenangkan perlombaan tersebut. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam lari 100 meter diperlukan penguasaan teknik start teknik lari, teknik melewati garis finish (Syarifuddin,1992:41). Dalam melakukan gerakan lari 100 meter, yang terkait dengan gerakan utama adalah: panjang tungkai, berperan terhadap hasil lari.
 Faktor penentu kecepatan secara khusus dalam atletik lari jarak pendek baik 60 meter maupun 100 meter, memiliki hubungan panjang tungkai terhadap kemampuan lari. Karena kecepatan sprint di tentukan oleh: otot yang bekerja, panjang tungkai, frekwensi gerakan, teknik lari yang sempurna (Suharno, 1985:26). Dengan kecepatan dan kekuatan otot tungkai serta frekwensi gerakan kaki yang banyak dan jarak langkah yang sesuai akan mendapatkan kecepatan yang optimal.
Tapi hal tersebut tidak akan lepas dari latihan yang baik dan teratur, jika ingin mencapai hasil yang maksimal. Panjang tungkai adalah komponen kondisi fisik yang tedapat pada paha, betis dan kaki. Jadi, seorang pelari yang punya  panjang tungkai yang panjang akan memiliki kecepatan linier yang lebih besar. Kecepatan angulernya dibuat konstan maka panjang radius makin besar dari pada kecepatan liniernya, jadi lebih menguntungkan jika digunakan panjang tungkai yang panjang.
Dalam usaha untuk meningkatkan prestasi harus mengacu pada prinsip latihan, pada prinsip latihan yang terpenting diantaranya adalah prinsip overload atau prinsip beban berlebih, dan prinsip progresiveload  atau prinsip beban meningkat bertahap (Sajoto,1995:30). Meskipun latihan dilakukan secara terus menerusdan berulang - ulang atau dilakukan sistimatis sekalipun, akan tetapi jika tidak dibarengi dengan penambahan beban secara overload dan progresiveload maka prestasinya tidak akan meningkat. Dengan penambahan beban maka secara otomatis otot akan beradaptasi sehingga akan menimbulkan efek dari latihan yang dilakukan tersebut, adapun penambahan beban  tersebut ditentukan berdasarkan pada intensitas dan volume (Bompa,1994:46).
STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh merupakan sebuah kampus yang memiliki progran berbagai macam bidang studi salah satunya adalah  program studi pendidikan jasmani. Program studi pendidikan jasmani kesehatan dan reakreasi terdiri dari 7 angkatan yang dimulai dari leting 2008 hingga 2014. Dalam mata kuliah penjaskesrek terdapat berbagai macam bidang studi olahraga salah satunya adalah pelajaran atletik. Dengan keanekaragaman jasmani yang dimiliki oleh setiap mahasiswa Stkip Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh maka peneliti ingin menguji apakah individu yang memilki tungkai yang lebih pamjang dapat berlari lebih cepat daripada individu yang tidak memiliki tungkai yang panjang terhadap hasil lompat jauh.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa panjang tungkai, peranan yang  penting terhadap hasil   lompat jauhmakpenulimengadakan  penelitian  dengan  judul “Hubungan Panjang Tungkai Terhadap Hasil lompat jauh Pada Mahasiswa Penjaskesrek Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh Angkatan 2012”.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas yang melatar belakangi, maka dapat penulis rumuskan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat Hubungan Panjang Tungkai Terhadap Hasil lompat jauh Pada Mahasiswa Penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Bnanda Aceh Angkatan 2012.

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Hubungan Panjang Tungkai Terhadap Hasil lompat jauh Pada Mahasiswa Penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh Angkatan 2012.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi:
1.4.1 Bagi guru penjas dalam mengajar di sekolah.
1.4.2 Bagi pembina/pelatih dalam memilih atlet lompat jauh
1.4.3 Bagi peneliti dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya cabang olahraga Atletik

1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan sementara dari masalah penelitian yang kebenarannya harus dibuktikan dengan penelitian secara empiris. Sudjana (2005:219) mengatakan bahwa: “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan sementara mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis merumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
H0 = Tidak terdapat Hubungan Panjang Tungkai Terhadap Hasil Lari 100 Meter Pada Mahasiswa Penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh Angkatan 2011.
H1 = Terdapat Hubungan Panjang Tungkai Terhadap Hasil Lari 100 Meter Pada Mahasiswa Penjaskesrek  STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh Angkatan 2011.


1.6 Definisi Istilah
Agar permasalahan yang dibicarakan dalam penelitian ini tidak salah penafsiran istilah, maka penulis perlu memberikan penegasan istilah yang meliputi:

1.6.1 Hubungan
Hubungan adalah 1) keadaan yang berhubungan atau bersangkutan, 2) sangkut paut, 3) kontak, 4) ikatan; pertalian (KBBI, 2002:409). Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menghubungkan Panjang Tungkai dengan lari100 Meter.
1.6.2 Panjang Tungkai
Panjang tungkai menurut kamus anatomi adalah anggota gerak  bawah yang terdiri dari paha, betis dan kaki (Evelyn Pearce,1973:75). Pengukuranya adalah dengan caratinggi badan dikurangi tinggi duduk diukur dalam posisi duduk. Ketinggian sikap duduk, jarak artikel dari permukaan duduk dari puncak kepala yang merupakan total kepanjangan batang tubuh, leher dari panjang kepala perbandingan tinggi duduk terhadap tinggi badan sesuai dengan penampilan dalam beberapa cabang olahraga (KONI, 2000:20).  
1.6.3 Lari Sprint
Lari sprint menurut Purwadarminta (1980:209) adalah “lari secepat - cepatnya dalam jarak yang pendek”. Lari jarak pendek (sprint) juga dikenal jenis lari yang sejak start sampai finish dilakukan dengan kecepatan maksimal. Jadi, ari sprint dapat dikatakan usaha lari sekencang - kencangnya dimulai dari start hingga mencapai finish dengan menggunakan seluruh kemampuan serta dengan kecepatan tinggi.


1.7 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 27 November 2014 bertempat di Stadion Lhong Raya Banda Aceh. Penelti tertarik melakukan peneitian disana dikarenakan di dalam stadion lhomg raya memiliki track untuk atletik kususnya nomor lari yang bagus dan memenuhi standar internasional sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian dan memudahkan sampel untuk berlari dengan rasa aman dan nyaman.



BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 Pengertian Hubungan
            Hubungan menurut Poerwadarminta (1996:08), adalah: “Keadaan yang berhubungan”. Jadi yang dimaksud hubungan dalam penelitian ini adalah hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya dan saling mempengaruhi.
            Menurut Warsito Sunaryo (1995: 25), Hubungan adalah studi tentang interaksi antara masalah tertentu, termasuk keadaan relevan yang mengelilingi interaksi, atau sama dengan keadaan yang relevan yang saling berinteraksi antara keadaan yang di uji.
            (Ary Waskito, 1995: 29) megemukakan bahwa hubungan adalah Proses interaksi yang mengkaitkan antara sebab dan akibat untuk mencapai keadaan yang relevan antara masalah yang saling mempengaruhi.

2.2 Pengertian Kondisi Fisik
            Menurut Sajoto (1995: 8), Kondisi Fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemiliharannya. Artinya bahwa didalam usaha peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan.
            Menurut Sajoto (1995: 8), Kondisi Fisik adalah satu prayarat yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi seseorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak dapat ditunda atau ditawar-tawar lagi.
            Selanjutya tentang kesepuluh komponen tersebut masing-masing adalah sebagai berikut:
1.      Kekuatan (strength), adalah komponen kondisi fisik seseorang dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja.
2.      Daya tahan (endurance), adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan system jantung, paru-paru dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja secara terus-menerus yang melibatkan kontraksi sejumlah otot-otot dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama.
3.      Daya otot (muscular power), adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya.
4.      Kecepatan (speed), adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya. Seperti dalam lari cepat, pukulan dalam tinju, balap sepeda,panahan dan lain-lain. Dalam hal ini ada kecepatan gerak dan kecepatan eksplosif.
5.      Daya lentur (flexibility), adalah efektivitas seseorang dalam penyesuaian diri untuk segala aktivitas dengan penguluran tubuh yang luas.
6.      Kelincahan (agility), adalah kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu. Seseorang yang mampu mengubah satu posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik.
7.      Koordinasi (coordination), adalah kemampuan seseorang menintegrasikan bermacam-macam gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif.
8.      Keseimbangan (balance), adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan organ-organ syaraf otot, seperti dalam hand stand atau dalam mencapai keseimbangan sewaktu seseorang sedang berjalan kemudian terganggu (misalnya tergelincir dan lain-lain).
9.      Ketepatan (accuracy), adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran.
10.  Reaksi (reaction), adalah kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera, syarat atau feeling lainnya.
            Walaupun para ahli fisiologi merinci komponen-komponen tersebut sebagai komponen physical fitness, namun ini cenderung untuk merinci komponen-komponen tersebut sebagai komponen kondisi fisik yang sangat dibutuhkan olahragawan sebagai dasar mencapai prestasi yang diharapkan.

2.3 Panjang Tungkai
Panjang adalah jarak membujur dari ujung ke ujung, panjang yang di maksud dalam olahraga lari 100 meter adalah : panjang tungkai, panjang tungkai merupakan salah satu faktor yang harus di perhatikan oleh para atlet. Tujuan dalam olahraga lari 100 meter adalah untuk memperbaiki kecepatan dalam berlari karena merupakan syarat terpenting dalam pencapaian lari 100 meter. Bila di tinjau dari Biomekanika maka gerakan tungkai saat berlari lebih banyak di dominasi oleh kekuatan otot-otot pada masing - masing organ tersebut.
Menurut (Sudarminto, 1992:93) kerangka tubuh manusia tersusun atas sistem pengungkit. Pengungkit adalah suatu batang yang kaku bergerak dalam suatu busur lingkaran mengitari sumbunya, maka geraknya di sebut gerak rotasi atau anguler. Pada waktu obyek bergerak dalam lintasan busur maka jarak yang di tempuh oleh tiap titik yang ada di sepanjang batang pengungkit akan berbeda - beda. Apabila seorang pelari memiliki otot panjang tidak menutup kemungkinan besar kekuatan otot yang di  miliki. Panjang otot sama pentingnya dengan panjang tulang, semakin panjang otot semakin penjang tulangnya, di mungkinkan besar pula kekuatannya. Bahwa besar kecilnya otot benar - benar berpengaruh terhadap kekuatan otot yang kenyataannya apabila pelari yang memiliki tulang yang panjang tetapi tidak di dukung otot yang panjang dan tidak memiliki kekuatan otot yang besar maka sedikit akan melamah tetapi makin besar serabut otot seseorang makin kuat pula otot tersebut dan makin panjang ukuran otot maka akan semakin kuat seorang pelari tersebut. Panjang tungkai juga merupakan keuntungan kekuatan, karena dengan panjang tungkai dan exsplosif yang baik tidak menutup kemungkinan semakin panjang otot yang di miliki, karena besar kecilnya otot benar - benar berpengaruh terhadap kekuatan otot tersebut, maka semakin panjang tungkai semakin kuat pula untuk bergerak.
Panjang adalah jarak membujur dari ujung ke ujung. Panjang yang dimaksud disini dalam olahraga lari 100 meter adalah: panjang tungkai, panjang ini merupakan salah satu faktor yang harus di perhatikan oleh para atlet. Tujuan dalam olahraga lari 100 meter adalah untuk memperbaiki kecepatan dalam berlari karena merupakan syarat terpenting dalam pencapaian lari 100 meter. Bila ditinjau dari Biomekanika maka gerakan tungkai, ayunan lengan dan tegak saat berlari lebih banyak didominasi oleh kekuatan otot - otot pada masing - masing organ tersebut.
Hubungan panjang tungkai, dengan gerakan angular dalam hal jarak, kecepatan dan percepatan dapat dikatakan banyak hal tentang lari, ini dapat dibuktikan dengan pengungkit misal: pengungkit A jar i -jarinya lebih pendek dari B dan B lebih pendek dari C jika ketiga pengungkit itu digerakan sepanjang jarak angular yang sama dalam waktu yang sama pula, jelas pengungkit A akan bergerak dengan kecepatan yang lebih kecil dari pada kecepatan ujung - ujung B dan C. Jadi ketiga pengungkit memiliki kecepatan angular yang sama tapi  kecepatan linier pada  gerak berputar pada masing - masing ujung pengungkit akan sebanding dengan panjangnya pengungkit.

2.4 Pengertian Atletik
Atletik berasal dari bahasa Yunani, yaituAthlon” yang memiliki makna bertanding atau berlomba. Istilah ini dapat dijumpai dalam kata “Pentathlon” atau “Decathlon”. Pentathlon memiliki makna panca lomba yaitu perlombaan yang terdiri dari lima jenis lomba, sedangkan Decathlon adalah dasa lomba dengan perlombaan ini terdiri dari sepuluh jenis lomba (Suherman, 2001: 1).
Widya (2004) mengemukakan bahwa: “Atletik merupakan salah satu unsur dari pendidikan jasmani dan kesehatan yang juga merupakan komponen - komponen pendidikan keseluruhan yang mengutamakan aktivitas jasmani serta pembinaan hidup sehat dan pengembangan jasmani, mental, sosial dan emosional yang serasi, selaras, dan seimbang”. Selanjutnya Ballesteros (1989:10) berpendapat bahwa: “Atletik adalah aktivitas jasmani yang berisikan gerakan ilmiah seperti jalan/lari, lompat dan lempar”. Atletik yang berisikan gerakan ilmiah tersebut merupakan salah satu cabang olahraga yang mendasari cabang - cabang olahraga lainnya sehingga disebut sebagai induk dari semua cabang olahraga. Istilah tersebut muncul karena dalam semua cabang olahraga turut menggunakan gerakan jalan atau lari, lompat dan lempar. Dalam hal ini Adisasmita (1992:13) menjelaskan: “Atletik adalah bentuk gerakan dasar yang asli dan wajar dari manusia dan merupakan gerakan - gerakan yang ternilai artinya bagi hidup dan kehidupan manusia”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa atletik merupakan olahraga alami yang paling bagus, meliputi latihan fisik yang paling lengkap dan memungkinkan paling merasakan kepuasan terhadap naluri primitifnya yang dasar untuk bergerak, meskipun terikat akan adanya disiplin dan peraturan. Gerakan -gerakan atletik itu semuanya ada dalam olahraga dan inti semua cabang olahraga . Oleh sebab itu atletik disebut sebagai induk olahraga atau Mother of Sport”.
Nomor - nomor yang terdapat dalam cabang olahraga atletik adalah sebagai berikut: 1). Jalan, dan lari 2). Nomor lempar, dan 3). Nomor lompat, dengan rincian sebagai berikut:
2.2.1.      Jalan dan Lari
Untuk nomor jalan, dalam perlombaan atletik dibagi menjadi beberapa nomor yaitu: untuk putra 10 km, 20 km dan putri 5 km,10 km dan untuk olimpiade yang diperlombakan adalah jarak 20 km, 50 km. Sedangkan untuk lari terdiri dari: 1). Lari jarak pendek. 2). Lari jarak menengah, 3). Lari jarak jauh (Syarifuddin, 1992:10).

2.2.2.      Nomor Lempar
Untuk nomor lempar yang diperlombakan, yang bersifat Nasional maupun internasional terdiri dari: 1). Tolak peluru, 2). Lempar lembing, 3). Lempar cakram dan, 4). Lontar martil (Syarifuddin, 1992:10).
2.2.3. Nomor Lompat
Untuk nomor lompat yang diperlombakan baik tingkat Nasional maupun Internasional yang terdiri dari: 1). Lompat jauh, 2). Lompat tinggi, 3). Lompat jangkit, 4). Lompat tinggi galah. Syarifuddin (1992:10).
Selain nomor - nomor tersebut juga masih ada lagi nomor gabungan yang selalu diperlombakan, baik yang bersifat Nasional maupun Internasional, yaitu: 1). Pancalomba, hari pertama lari gawang 100 m, tolak peluru, dan lompat tinggi, hari kedua lompat jauh dan lari 800 m, 2). Dasalomba, hari pertama lari 100 m, lompat jauh, tolak peluru, lompat tinggi, lari 400 m, hari kedua, lari 100 m, lempar cakram, lompat tinggi galah, lempar lembing dan lari 1500 m (Munasifah, 2008:57).

2.5 Sejarah Atletik
Perkembangan atletik sejak zaman kuno hingga kini perlu dipakai, sebab ada pepatah mengatakan ”Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah.” Dengan mengetahui kejadian masa lampau diharapkan dapat dibangkitkan kesadaran anak bangsa untuk menata masa depan yang lebih baik. 
Menurut para ahli sejarah, atletik sudah dilakukan di negeri Yunani pada abad ke - 6 sebelum nabi Isa lahir. Pandangan ini didasarkan pada lukisan - lukisan pada zaman itu dan tulisan ahli filsafat yang bernama Xenophenes. Perkembangan atletik pada masa itu sangat erat hubungannya dengan perlombaan di Yunani yang mengalami zaman keemasan antara tahun 500 s/d 400 sebelum masehi. Pada abad ke-12 setelah masehi, atletik masih belum dikenal oleh khalayak ramai. Namun memasuki abad ke-18 mulai dibentuk berbagai perkumpulan atletik di Inggris, sekaligus awal dimulainya kembali perlombaan atletik pada tahun 1860 di San Fransisco semakin semaraklah atletik  di Seantero Dunia, sehingga dapat dimasukkan ke dalam kegiatan Olypiade modern pertama, tahun 1896 meskipun hanya diikuti oleh kaum pria saja. Sekarang ini, tidak kurang dari 24 nomor diperlombakan untuk putra dan 14 nomor untuk putri.
Di Indonesia atletik dikenal melalui Bangsa Belanda yang telah menjajah kita, Pada waktu itu, atletik belum banyak dikenal, karena hanya dilakukan di lingkungan sekolah dan kemeliteran saja. Pada tahun 1943, mulai diselenggarakan perlobaan atletik antar sekolah yang diikuti oleh tiga perkumplan sekolah yaitu GASEMBA dari Bandung, GASEMMA dari Yogya, dan GASEMBO dari Solo. Mulai saat itulah, atletik sering diperlombakan di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, pengembangan olahraga atletik semakin pesat dengan berdirinya Organisasi PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) pada tahun 1950 di kota Bandung. Sejak saat itulah, atletik menjadi cabang olahraga yang sangat digemari masyarakat. Hampir setiap pagi orang melakukan jogging, bahkan kalau hari libur, jalan raya sering dipenuhi oleh masyarakat untuk berolahraga lari atau jalan. Sampai memasuki abad millenium ke-3, atletik tetap menjadi primadona masyarakat dalam berolahraga.


2.6 Pengertian Lari Sprint
Olahraga lari merupakan suatu bentuk cabang olahraga yang paling mudak dilakukan, karena gerakan lari tersebut bersifat natural bagi manusia. Kegiatan lari dapat dilakukan dimana saja, karena dalam pelaksanaan lari tidak memerlukan fasilitas yang permanen serta tidak mengeluarkan biaya yang besar. Oleh karena itulah olahraga lari diminati di seluruh kalangan masyarakat. Lari tidak hanya sebagai suatu perlombaan , tetapi juga bagian yang penting bagi olahraga lainnya.
Lari dan jalan adalah sama, kecualii dalam hal gerakan. Dalam lari lebih diutamakan gerakan yang cepat dan lebih luas. Walaupun demikian ada perbedaan - perbedaan seperti yang dikemukakan oleh Jansen (1990:297), mengatakan bahwa 1. pada lari terdapat satu tahap yang singkat, selama atau pada waktu tertentu tidak mempunyai hubungan dengan permukaan bumi, 2. Dalam lari tidak terdapat tahap dimana kedua kaki berhubungan pada waktu yang bersamaan. Dari kutipan di atas jelas bahwa terdapat perbedaan antara lari dan jalan. Jadi secara umum pada lari tubuh mengalami gerak maju yang mendorong lebih besar dari pada waktu berjalan. Gerakan lari biasanya dilakukan dengan langkah - langkah kaki ke depan secara bergantian.
Gerakan lari sprint adalah salah satu fase yang paling penting dalam satu rangkaian lari. Jarak lari yang jauh, serta waktu untuk melakukan start sampai finish sesingkat - singkatnya. Oleh karena itu saat tersebut pelari mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk menggunaka seluruh aspek kemampuan yang dimiliki guna mencapai hasil yang maksimal. Tentang aspek - aspek dalam lari sprint, Doherty (1963:81) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :”ada lima aspek utama dalam gerakan lari sprint yang harus diperhatikan, antara lain: menajaga relaksasi otot, kecondongan bandan ke depan, gerakan lengan, panjang langkah, dan gerakan pantul dari kaki dan pergelangan kaki”.
Berkaitan dengan relaksasi otot, Doherty (1963:82) menjelaskan bahwa: “relaksasi ini harus diperhatikan secara terus - menerus, artinya bahwa dalam gerakan lari, pada saat berkontraksi kerja otot - otot dibutuhkan, akan tetapi pada saat relaksasi, kerja otot tidak dibutuhkan”. Jadi kontraksi dari otot akan terjadi secara terus menerus. Hal tersebut sangat diperlukan untuk memperlancar proses metabolisme di dalam otot itu sendiri. Mengenai kecondongan ke depan adalah berkaitan dengan hukum kesetimbangan dan tahanan, pada saat lari sprint, seorang atlet harus berusaha menempatkan dirinya dalam keadaan labil, agar ia mudah kehilangan kesetimbangan, dan agar ia dapat bergerak secara mudah ke arah condongannya badan tersebut.
Berkaitan hal tersebut, Hidayat (1997:36) mengatakan: kalau hendak bergerak seketika/ cepat ke suatu arah, badan harus dalam keadaan labil dan titik berat badan didekatkan ke sisi tumpuan (jarak horizontal diperkecil). Jadi semankin condong ke arah depan, berati semakin jauh pula proyeksi titik berat badan ke depan bidang tumpuannya. Artinya akan semankin labil ke arah depan, akan semankin mudah bergerak ke arah depan, seperti terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Posisi lari badan labil
Perhatikan jarak proyeksi titik berat badan dengan tumpuan kaki belakang yang merupakan bidang tumpuan saat berlari. Semakin jauh letak proyeksi titik berat badan dari titik tumpuannya, maka akan semakin labil pelari tersebut ke arah lari. Kecondongan badan juga berkaitan dengan udara, seperti yang dikemukajan Hidayat (1997:158) bahwa: tahan udara akan memperlambat gerak laju. Makin besar tahanan udara yang bekerja, makin lambat lajunya. Besarnya tahan udara tergantung dari besarnya penampung yang terkena udara tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tasya (1984:11) mengatakan bahwa “lari dapat dirumuskan sebagai gerakan ke depan denagn lanhkah - langkah dan catatan, bahwa setelah satu kaki diluruskan dan diangkat terjadi suatu momen yang melayang disusul dengan pendaratan di tanah dengam kaki lain”. Pada dasarnya gerakan lari untuk semua nomor lari adalah sama. Akan tetapi, karena adanya pembagian jarak yang ditempuh maka dalam pelaksanaannya tetap berbeda, sekalipun sangat kecil.
Berdasarkan pembagian jarak yang ditempuh dalam nomor lari menurut Sasmita (1986:2) adalah “lari jarak pendek 100 meter sampai 400 meterm lari jarak menegah 800 meter sampai dengan 3000 meter dan lari jarak jauh 5000 meter sampai dengan marathon berjarak 42.195 kilo meter”. Dengan adanya pembagian jarak tersebut maka pada saat melakukan gerak lari untuk menempuh masing - masing jarak mengalami perbedaan yang satu dengan yang lainnya, untuk jarak lari pendek frekuensi langkah harus secepat - cepatnya, mendarat dengan telapak kaki bagian depan terlebih dahulu, serta badan condong ke depan.
Lari jarak pendek yang lebih dikenal dengan sebutan lari sprint adalah salah satu bagian dari nomor lari. Menururt Sasmita (1986:2-3) lari sprint adalah semua nomor lari yang diperlombakan dimana senua pesertanya harus lari dengan kecepatan penuh sepanjang jarak yang ditempuhnya. Jadi nomor - nomor lari yang masuk dalam nomor lari sprint adalah lari 100 meter, 200 meter dan lari 400 meter. Dalam perlombaan atletik, lari sprint selalu menarik perhatian penonton, karena mempunyai daya tarik tersendiri, dimana pelari mempertontonkan kecepatan, kekuatan dan irama langkah kaki yang mempesona dan membanggakan. Hal ini disebabkan apabila seorang pelari berhasil menjadi pemenang maka ia akan dijuluki sebagai manusia tercepat.
Pada umumnya pelari cepat harus menggunakan kekuatan dan tenaga seefesien dan semaksimal mungkin dalam usaha mencapai prestasi yang maksimum. Dengan demikian kekuatan serta kecepatan merupakan modal utama untuk menempuh suatu jarak dengan waktu yang sesingkat mungkin. Dalam hal ini Jansen (1990:298) mengemukakan bahwa “lari sprint merupakan pelaksanaan kekuatan yang tergantung pada kemampuan seseorang dalam mengembangkan tubuhnya dengan kuat, serta pergantian kedua kaki”. Kelangsungan gerak kai pada lari sprint secara teknis adalah sama yaitu : gerakan start, gerak sprint dan gerak finish. Walaupun ada perbedaan terletak pada penghematan penggunaan tenaga karena adanya perbedaan jarak yang ditempuh. Semankin jauh jarak yang akan ditempuh, semankin membutuhkan keterampilan dan daya tahan yang bagus.

2.7 Teknik Lari 100 Meter

Di dalam lari sprint 100 meter ada 3 hal penting yang harus dikuasai oleh setiap pelari yaitu: teknik start, teknik lari dan teknik finish.
Start yang baik sangat diperlukan dalam lomba lari 100 meter, karena dengan start  yang  baik  dan  benaakan dapamenghindari  diskualifikasi  dalam perlombaan lari, selain itu dengan menguassai teknik start yang baik akan dapat menambah kepercayaan diri yang tinggi sehingga dapat berkonsentrasi dalam melakukan lari jarak pendek 100 meter.
Lari cepat biasanya dimenangkan kurang dari satu meter atau sepersepuluh detik, maka dari itu penting sekali menguasai start yang baik, banyak kekalahan dalam perlombaan terjadi pada permulaan tart, bukan ditempatlain, seperti yang dikatakan Don Conhan bahwa start yang benar adalah salah satu dari dasar-dasar paling penting dari lari jarak pendek yang baik. Hasil perlombaan kerap kali oleh beberapa inci keuntungan atau kerugian pada waktu start (Adisasmita, 1966:60).
Dalam perlombaan  lari dikenal 3 macam start, yaitu start jongkok (crouching start) digunakan pada lari jarak pendek, start berdiri (standing start) di gunakan pada lari  jarak menengah, jarak jauh dan marathon. Start melayang (flyingstart) digunakan lari sambung atau estafet oleh pelari kedua dan pelari berikutnya.
Teknik lari arak pendek 100 meter.

Pada  teknik  lari  jarapendek ada 3 macabagian  yang  harus diperhatikan, yaitu: langkah kaki, ayunan lengan serta ke condongan badan.
2.7.1        Langkah Kaki

Gerakan melangkah pada lari berbeda gerakan melangkah pada jalan, perbedaan tersebut adalah pada lari ada saat kedua kaki melayang, sedangkan pada saat berjalan tidaada gerakan saat kaki melayang. Gerakan lari secara keseluruhan dimulai dengan tanah kembali, siklus keseluruhan dimulai saat dimana satu kaki melangkah menyentuh tanah, dan sampai kemudian menyentuh lagi, jadi terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a)      Tahap melangkah (drive)
Mata kaki dan utut diangkat pada saat titik berat badan bergerak didepan kaki yang menumpu, dan mendorong pinggul ke depan. Kaki yang melangkah ditekuk dan bergerak ke depan dan ke atas, ekstensi maksimum dari kaki yang melangkah bersamaan dengan gerak mengangkat paha dari kiri, ekstensi tersebut ke depan sampai ke jari - jari kaki. Kedua lengan mengayun memberi imbangan gerak terhadap kedua kaki, titik maksimum gerakan ini bersamaan pula dengan gerak dorong akhir, sehingga bila siku berada dititik jauh di belakang, lutut yang satunya akan mencapai tinggi maksimum didepan badan, ayunan tangan ke depan kearah hidung serta ayunan ke belakang agak keluar dengan siku ditekuk membuat sudut kira - kira 90 derajat.
b)   Kontak (contact)

Kontak dengan tanah untuk lari jarak pendek khususnya larijarak 100 meter berbeda dengan lari jarak jauh dan menengah. Pada lari jarak jauh dan menengah  kontak terjadi saat telapak kaki menyentuh tanah, sedangkan kontak pada saat lari jarak 100 meter terjadi pada saat bola kaki menyentuh tanah.
c)   Support

Pada saat yang sama lutut sedikit dibengkokan sebagai persiapan untuk melangkah, sedangkan lutut yang lainya ketika bergerak kedepan terus dibengkokan (jaga keseimbangan dengan kecepatan) sampai ini menjadi kaki tumpu (dibawah titik berat badan), dan diteruskan bersama dengan pinggul bergerak kedepan pada saat  rilek pada  saat  kaki tumpu menjadi kaki dorong. Ayunan kedua tangan tetap ke arah hidung.
d)   Tahap pemulihan (recovery)

Sekali gerak melangkah itu selesai, sentuhan pada tanah yang dibuat oleh tungkai selesai juga,dan titik pusat berat badan tetap diproyeksikan pada satu garis lurus kedepan (bukan parabola), tungkai yang telah melangkah secara otomatis akan terangkat ke belakang, sedangkan tungkai yang lain ke depan dan mulailah terbentuk tarikan yang aktif ketika tungkai mulai menyentuh tanah. Tungkai belakang membuat gerakan rotasi yang berulang ulang dan lengan berayun dengan arahyang berlawanan. Siklus inidapat disebut suatu gerakan rilek dalam saaat melayang atau tahap pemulihan.
2.7.2        Ayunan Lengan
Ayunan  lengan  pada  lari   jarak  pendek  gerakannya  lebih  keras  di bandingkan  dengan lari jarak menengah dan jauh karena dipengaruhi oleh kecepatan yang tinggi, sehingga secara otomatis ayunan lengan akan lebih keras dan lebih tinggi juga frekwensinya dan lebih banyak dibandingkan dengan lari jarak menengah dan jauh. Ayunan tangan harus kuat agar keseimbangan titik terganggu, ayunan tangan ini mengarah ke depan hidung serta ayunan ke belakang agar keluar dengan siku ditekuk membentuk sudut 90 derajat.
2.7.3        Kecondongan Badan

Pada lari jarak pendek posisi badan condong ke depan, tidak membungkuk dan juga tidak membusungkan dada, pandangan tidak terlalu jauh kedepan, sebaiknya kurang lebih 5 sampai 10 meter ke depan (Adisasmita, 1992:40)
Namun pada kenyataannya pada atlet kelas dunia, seperti Carl Lewis dan Ben Johnson, posisi badan tidak condong kedepan, namun cenderung hampir tegak, hal ini  bisa terjadi karena dipengaruhi oleh kecepatan lari yang sangat tinggi, sehingga secara otomatis badan  akan tegak dalam melakukan lari jarak pendek 100 meter tersebut.
2.7.4        Teknik Finish
Menguasai teknis finish juga penting bag atlet lari jarak pendek, Karena banyak atlet mengalami banyak kekalahan atau gagal mencapai standart kualifikasi dikarenakan kesalahan teknis finish. Menyempurnakan kacakapan lari digaris finish yang baikakan mempertajam secara dramatis catatan waktu prestasi.
Menurut Adisasmita (1992:42) ada beberapa cara yang dapat dilakukan pelari pada waktu melewati garis finish, diantaranya:
a)      Lari terus tanpa mengubah sikap lari

b)      Dada dicondongkan ke depan, tangan kedua-duanya diayunkan ke bawah belakang, di Amerika lazim disebut thelunge atau merobohkan diri.
c)      Dada diputar dengan ayunan tangan ke depan atas, sehingga bahu sebelah maju ke depan yang lazim disebut“theshang”.
Cara yang paling baik untuk memasuki garis finish adalah dengan cara dada dicondongkan ke depan, tangan diayunkan ke belakang, karena cara ini paling efektif dan biasa dilakukan oleh atlet - atlet lari jarak pendek 100 meter. Jarak 20 meter terakhir dari garis finish adalah merupakan perjuangan untuk mencapai kemenangan dalam suatu perlombaan lari, kalah atau menang ditentukan disini. Maka perludi perhatikan hal - hal sebagai berikut:
a)      Percepat dan lebarkan langkah, tapi harus tetap relaks
b)      Pusatkan pikiran untuk mencapai finish
c)      Jangan melakukan secara bernafsu sehingga menimbulkan ketegangan, sebab ketegangan akan mengurangi lebar langkah yang berakibat mengurangi kecepatan
d)     Jangan melihat lawan baik ke kiri maupun samping kanan.
e)      Jangan melompat.
f)       Jangan memperlambat langkah sebelum melewati garis finish.
Dalam lari sprint harus menggunakan kekuatan dan tenaganya seefisien dan seekonomis mungkin dalam usaha mencapai kecepatan maksimum. Kecepatan adalah kemampuan organism atlet dalam melakukan gerakan - gerakan dengan waktu yang sesingkat - singkatnya untuk mencapai hasil yang sebaik - baiknya. (Suharno,1993:26). Menurut Harsono (1989:216) kecepatan sebagai kemampuan melakukan gerakan - gerakan yang sejenis secara berturut - turut dalam waktu yang sesingkat - singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat - singkatnya. Sedangkan menurut Sajoto (1995:19) kecepatan adalah  kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan yang berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat singkatnya.
Kecepatan juga sebagai jarak persatuan waktu, juga diartikan sebagai kemampuan berdasarkan kemudahan gerak, proses sistim gerak dan perangkat otot untuk melakukan gerak dalam satuan waktu tertentu. Kecepatan adalah hasil kerja suatu tenaga pada suatu masa (Jonath.U,F Haag, R. Krenpel;1987:20-21).

2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Lari
Pada cabang olahraga atletik, khususnya pada nomor lari cepat (sprint ), kecepatan merupakan kunci dari prestasi lari itu sendiri karena semakin tinggi kecepatan, maka catatan waktu juga akan semakin baik. Menurut Bahagia (1999 : 11),menyatakan bahwa : “Tujuan utama lari adalah menempuh suatu jarak tertentu dengan waktu yang secepat mungkin.” Maka dari itu untuk meningkatkan prestasi lari cepat (sprint) tentu saja harus meningkatkan kecepatan berlari.
Menurut komentar beberapa ahli, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan dalam berlari. Selanjutnya untuk memudahkan dalam menganalisis faktor -  faktor tersebut digolongkan menjadi faktor fisiologis dananatomis. Adapun faktor fisiologis yang mempengaruhi kecepatan dalam berlari menurut para ahli antara lain: Kekuatan otot tungkai, daya ledak otot tungkai, dan kelentukan otot tungkai.
Di samping faktor fisiologis, ada beberapa faktor penunjang dalam usaha untuk meningkatkan kecepatan lari. Menurut Sajoto (1988 : 3), salah satu faktor penunjang tersebut adalah faktor anatomis atau postur tubuh yang meliputi : ukuran tinggi, panjang, besar, lebar, dan berat tubuh. Keunggulan dalam postur tubuh memang memberikan keuntungan tersendiri dalam olahraga. Dalam hal ini, Soekarman (1987) mengatakan, “Bobot struktur tubuh yang sesuai dengan kemauan yang kuat merupakan modal utama bagi olahragawan dan dibarengi oleh latihan -  latihan fisik yang teratur dan intensif melalui dasar pembinaan olahraga yang baik sehingga terpadu untuk dapat mencapai dan meningkatkan prestasi yang optimal.”
2.8.1 Tinggi Badan
Menurut Maksum (2007 :18), “Tinggi badan merupakan jarak vertikal dari lantai sampai kepala bagian atas atau (ubun-ubun).” Pada hakekatnya tinggi badan adalah merupakan salah satu aspek biologis dari manusia yang merupakan bagian dari struktur dan postur tubuh. Secara teknis postur tubuh sangat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam aktifitas olahraga. Seperti yang dikemukakan Sajoto(1988 : 3), Faktor penentu pencapaian prestasi olahraga dapat dikelompokkan dalam empat aspek salah satunya yaitu aspek biologis yang meliputi : Postur dan struktur tubuh yang terdiri dari ukuran tinggi badan, berat badan, serta bentuk tubuh.
Pada cabang olahraga atletik khususnya pada nomor lari, atlet yang mempunyai tinggi badan lebih tinggi dan proporsional, akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian prestasi. Hal ini dibuktikan dengan fakta di lapangan, Usain bolt pemegang rekor kecepatan lari sprint 100 meter putra saat ini. Dengan tinggi badan mencapai 1,93 meter Bolt dapat menempuh jarak 100 meter dalam waktu 9,58 detik dalam kejuaraan IAAF World Championship ke-12 tahun 2009 di Berlin. Bolt berhasil mengalahkan pesaing terdekatnya Tyson Gay yang finish menempati tempat kedua dengan catatan waktu 9,71 detik. Perlu diketahui bahwa tinggi badan Tyson Gay adalah 1,73 meter. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan tinggi badan juga berpengaruh terhadap prestasi yang diraih oleh seorang pelari.
2.8.2 Berat Badan
Berat badan menurut Maksum (2007 : 18) adalah ukuran anthopometrik untuk menilai kondisi tubuh. Berat badan yang serung dianggap memperlambat gerak seseorang ternyata mempunyai hubungan yang positif dengan kekuatan otot, khususnya otot tungkai. Hal ini didukung dengan pendapat para pakar mengenai keterkaitan antara berat badan dan kekuatan otot tungkai, antara lain :
Menurut Abdurrahman, (2011 : 24), “Berat badan merupakan beban yang sangat baik dalam mengembangkan kekuatan,khususnya kekuatan otot tungkai.”Maksum (2007 : 26) juga menambahkan bahwa “ Kekuatan seseorang sangat berkaitan berat badan yang dimiliki.”
Abdurrahman (2011:16) menyatakan bahwa : ”Individu yang merasa berat badan berlebih maka pada setiap kegiatan fisik selalu menggunakan berat badan sebagai beban latihan tambahan disamping beban kegiatan fisik yang dilakukan, dengan beban yang yang lebih besar maka kekuatan otot tungkai akan beradaptasi dan mengalami peningkatan.” Otot tungkai merupakan otot yang paling berperan dalam lari cepat (sprint ), secara tidak langsung peningkatan kekuatan otot tungkai seharusnya memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan berlari.
Namun berat badan yang berlebih tentu saja tidak disarankan untuk sprinter. Menurut Moeloek, (1984 : 8) menerangkan bahwa : “seseorang yang mempunyai berat badan dan berlebih cenderung memiliki gerak yang lamban hal ini mungkin disebabkan oleh beban ekstra (berat badan) dan kurangnya kelenturan tubuh pada saat melakukan gerakan.” Oleh karena itu penting bagi seorang atlet lari cepat (sprint ) untuk menjaga berat badannya dalam kondisi ideal untuk mengoptimalkan performanya dalam meraih prestasi.
2.8.3  Panjang Tungkai
Tungkai adalah anggota gerak bagian bawah yang terdiri dari paha, betis, dan kaki. Menurut   (1982 : 85), Ukuran panjang tungkai adalah jarak antara ujung tumit bagian bawah sampai dengan tulang pinggang. Tungkai merupakan organ yang paling berperan dalam lari cepat (sprint ), karena pergerakan lari yang dihasilkan berasal dari kekuatan yang dihasilkan oleh otot tungkai. Menurut Bahagia (1999 :12), “Kecepatan berlari ditentukanoleh dua aspek, yaitu panjanglangkah dan frekuensi langkah.”Tungkai pada tiap individu mempunyai ukuran yang berbeda - beda sehingga berpengaruh terhadap perbedaan kecepatan lari tiap individu.
Menurut Sajoto (1988 : 111), menjelaskan bahwa “Otot betis yang lebih panjang rata - rata lebih kuat dibandingkan yang pendek”. Apabila seorang pelari memiliki otot yang lebih panjang tidak menutup kemungkinan lebih besar kekuatan otot yang dimiliki. Panjang otot sama pentingnya dengan panjang tulang, semakin panjang otot semakin panjang tulangnya, kemungkinan juga besar pula kekuatan yang dihasilkan . sehingga panjang tungkai sangat diperlukan baagi seorang atlet.



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif korelasional, artinya penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Mengenai metode deskriptif Sukmadinata (2005:72) mengatakan bahwa: “Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena - fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia”. Selanjutnya Sudjana (2001:64) berpendapat bahwa: “penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang”. Nazir (2009:54-55) juga menjelaskan bahwa: “Penelitian deskriptif mempelajari masalah - masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi - situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan - kegiatan, sikap -sikap, pandangan - pandangan, serta proses - proses yang sedang berlangsung dan pengaruh - pengaruh dari suatu fenomena”.

3.2 Rancangan Peneltian
Berdasarkan data pengamatan subjek yang ada, kemudian diadakan penelitian untuk mencari factor - faktor yang menjadi penyebab melalui pengumpulan data. Namun sebelumnya harus dibuat rancangan atau desain penelitian agar memudahkan pelaksananan pengukuran yang dilaksanakan. Dalam hal ini pengukuran lapangan menurut Arikunto (1991:41) bahwa: “Rancangan penelitian atau desain penelitian adalah rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancang-ancang kegiatan yang akan dilaksanakan”. Jadi rancangan penelitian ini yaitu mengukur panjang tungkai yang dihubungkan dengan kecepatan lari 100 meter. Dalam rancangan ini langkah yang dilakukan adalah tes panjang tungkai (X), dan tes kecepatan lari 100 meter (Y). sehingga data variable X dapat dikorelasikan dengan variable Y. Adapun rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
 

                       
Keterangan:     X = Pengukuran panjang tungkai
                        Y = Pengukuran kecepatan lari 100 meter

3.3 Populasi dan Sampel

Menurut Arikunto (2002:108) populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dibatasi jumlah subyek atau individu paling sedikit mempunyai  sifat yang sama. Maksud dari pengertian di atas adalah bahwa populasi adalah suatu kelompok individu yang akan dijadikan obyek penelitian. Keseluruhan dari individu - individu tersebut paling sedikit memiliki sifat yang sama. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa STKIP Bina Bangsa Getsempena yang berjumlah 23 orang.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili populasi. Menurut Arikunto (2002:109) yang dimaksud dengan sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. bahwa “apabila subjeknya kurang dari 100, lebik baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Table 1. Daftar angkatan mahasiswa Penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh

No
Daftar Angkatan penjaskesrek
Jumlah Orang Perangkatan
1
Angkatan 2010
20 orang
2
Angkatan 2011
28 orang
3
Angkatan 2012
33 orang
4
Angkatan 2013
34 orang
5
Angkatan 2014
60 orang

Total
175 orang
Sumber: Ketua Prodi Penjaskesrek
Berdasarkan pendapat diatas maka teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling, dengan mengambil keseluruhan populasi. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa STKIP BBG Bnada Aceh angkatan 2011 yang berjumlah 28 orang.

3.4  Identifikasi Variabel
            Variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek penelitian, sering juga variabel penelitian tersebut diartikan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti (Nazir, 2009:79).
  Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.4.1  Variabel Bebas (Independent Variable) adalah :
            - Panjang tungkai

3.4.2  Variabel Terikat (Variable Dependent) adalah :
            - Kecepatan lari 100 meter
3.4.3  Variabel kontrol adalah :
            - Mahasiswa STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011 yang telah lulus mata kuliah atletik dasar dsan lanjutan

3.5 Teknik Pengumpulan Data
  Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur panjang tungkai dan mengukur kecepatan lari 100 meter dengan menggunkan stop watch yang berhubungan dengan veriabel yang diteliti.
3.5.1 Tes Pengukuran Panjang Tungkai
            Pengukuran panjang tungkai dilakukan dengan menggunkan alat meteran, adapun cara pengukuran panjang tungkai  adalah sebagai berikut:
1.      Peserta tes melepaskan alas kaki yang dikenakan
2.      Posisi tubuh tegak, kaki lurus dan rapat serta peserta tes tidak bersandar
3.      Pengukuran dilakukan dari sebelah kiri atau kanan.
4.      Pengukuran dilakukan mulai dari pangkal paha sampai ujung kaki.





Gambar 2. Pengukuran Panjang Tungkai.
3.5.2 Tes Kecepatan Lari 100 Meter
Tes lari 100 meter dilakukan dengan membagi teste menjadi beberapa kelompok. Prosedur pelaksanaan tes kecepatan lari (Widiastuti, 2011:49) adalah sebagai berkut:
a.    Tujuan
Tes ini bertujuan untuk mengukur kecepatan lari 100 meter.
b.    Alat dan fasilitas
Lintasan lurus, datar dan rata  , tidak licin berjarak 100 meter dan masih mempunyai lintasan lanjutan, bendera start, pluit, tiang pancang, stopwatch, serbuk kapur, formulir, alat tulis.
c.    Petugas tes
1)      Juru keberangkatan, 2) Pengukur waktu dan pencatat hasil
d.   Pelaksanaan
Sikap permulaan peserta berdiri di belakang garis start. Gerakan: pada aba -aba “Siap” mengambil sikap start jongkok siap untuk lari. Pada aba - aba “Ya” peserta lari secepat mungkin menuju garis finish menempuh jarak 100 meter. Lari masih bisa di ulang apabila: pelari mencuri start, pelari tidak melewati garis finish, pelari terganggu dengan pelari yang lain. Pengukuran waktu dilakukan dari saat bendera diangkat sampai pelari tepat melintas garis finish. Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh pelari untuk menempuh jarak 100 meter, dalam satuan waktu detik.


 









                           Gambar 3. Start Jongkok Lari 100 Meter.
                                                   (Muller (2000:17)

3.6  Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui hubungan panjang tungkai terhadap kecepatan lari 100 meter pada mahasiswa Stkip Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, maka data yang diperoleh harus dianalisis dengan menggunakan rumus statistik. Adapun langkah - langkah yang akan dilakukan adalah:
3.6.1    Menghitung Nilai Rata - rata (Mean)
Menentukan nilai rata - rata, penulis menggunakan formula rata - rata dengan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (2005: 67) sebagai berikut :
=
Keterangan :           = Nilai Rata - rata yang dihitung
                                    Ã¥ X     = Jumlah skor X
                                    n          = Jumlah sampel penelitian
3.6.2    Menghitung Standar Deviasi (SD)
            Standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (2005 : 94) adalah sebagai berikut :
SD =

Keterangan :    SD       = Standar Deviasi
                              Ã¥ X2    = Jumlah skor X dikali X
                                    Ã¥ X     = Jumlah skor X
                                    n          = Jumlah sampel penelitian

3.6.4 Perhitungan Koefisien Korelasi
Besarnya kontribusi satu variabel X dengan variabel Y dapat dihitung dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Sugiyono (2002:213) sebagai berikut :
            
Keterangan :          r         = Korelasi yang dihitung
                              N       = Jumlah Sampel
      xy      = Jumlah product x dan y


3.6.6  Pengujian Hipotesis

          Yaitu menggunakan rumus uji thitung (Riduwan, 2009:125) adalah sebagai berikut:
Keterangan: thitung   = Nilai t
                            r  = Nilai Koefisien Korelasi
                            n = Jumlah sampel


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian
Hasil serangkaian penelitian lapangan yang dilakukan pada Mahasiswa STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh Angkatan 2011, diperoleh data penelitian berupa tes panjang tungkai dan tes kecepatan lari sprint 100 meter. Data -data tersebut selanjutnya ditabulasikan ke dalam tabel dan dapat disajikan sebagai berikut.
4.1.1 Hasil Tes Panjang Tungkai
Hasil pengukuran panjang tungkai dengan menggunakan alat tes berupa meter, diperoleh data penelitian sebagaimana terdapat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Hasil tes panjang tungkai
No
Nama Sampel
Hasil Tes (cm)
1
Misran
97
2
Frestian
91
3
Nasruddin
95
4
Taufik
100
5
Dedi Faisal
94
6
Murzawan
98
7
Syaukas
98
8
Fahrul Azmi
95
9
Taufikkurahman
95
10
Mursalin
94
11
Midun
95
12
Zulfanidar
90
13
Rida Susanti
95
14
Rosmawar
93
15
Siska
94
16
Sri Dewi Astuti
95
17
Sari Ramadan
90
18
Marlia Zahra
94
19
Samsul Amri
95
20
Amri
95
21
Amran Ali
92
22
Maskur
92
23
Sudarmansyah
100
24
Kamal Fasya
97
25
Rahmat Ikramullah
96
26
Fadhul Salim
97
Total
2467

4.1.2 Hasil Tes Kecepatan Lari Sprint 100 Meter
Hasil tes keceatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, diperoleh data penelitian sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3. Hasil tes kecepatan lari sprint 100 meter
No
Nama Sampel
Hasil Tes (detik)
1
Misran
12.19
2
Frestian
14.35
3
Nasruddin
15.48
4
Taufik
16.51
5
Dedi Faisal
16.62
6
Murzawan
13.79
7
Syaukas
12.12
8
Fahrul Azmi
14.68
9
Taufikkurahman
14.7
10
Mursalin
13.45
11
Midun
12.15
12
Zulfanidar
21.6
13
Rida Susanti
17.35
14
Rosmawar
21
15
Siska
17.98
16
Sri Dewi Astuti
20.75
17
Sari Ramadan
21.66
18
Marlia Zahra
19.3
19
Samsul Amri
16.1
20
Amri
14.9
21
Amran Ali
17.2
22
Maskur
12.2
23
Sudarmansyah
12.25
24
Kamal Fasya
18.32
25
Rahmat Ikramullah
19.12
26
Fadhul Salim
16.58
Total
422.35

4.2 Analisis Data Penelitian
4.2.1 Analisis Rata - Rata Dan Standar Deviasi Tes Panjang Tungkai
Berdasarkan hasil tes panjang tungkai sebagaimana terdapat pada tabel 3, maka dapat ditentukan nilai rata - rata dan standar deviasi sebagai berikut:
=
        =
                 = 101,80

Sd =
Sd =  
sd =
Sd =
Sd =
Sd = 2,62
Hasil analisis di atas, menggambatkan bahwa rata - rata panjang tungkai pada mahasiswa penjaskesrek Getsempena Banda Aceh angkatan 2011 sebesar 101,80 cm dengan standar deviasi sebesar 2,62.
4.2.2 Analisis Rata - Rata Dan Standar Deviasi Hasil Tes Kecepatan Lari Sprint 100 Meter
Berdasarkan hasil tes kecepatan lari sprint 100 meter sebagaimana terdapat pada tabel 3 di atas. Selanjutnya dapat ditentukan nilai rata - rata dan standar deviasi sebagai berikut
Y =
Y =
Y = 16,24

Sd =
Sd =  
SD =
Sd =
Sd =         
Sd = 3,34
Hasil perhitungan di atas, dapat dikemukakan bahwa rata - rata kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek Getsempena Banda Aceh angkatan 2011 adalah 16,24 detik,dengan standar deviasi sebesar 3,34.
4.2.3 Analisis Koefesien Korelasi
Untuk mengetahui terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkata 2011, maka data - data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis dengan rumus koefesien kolerasi product moment sebagai berikut :
Tabel 4. Hubungan Panjang Tungkai (X) dengan Kecepatan Lari 100 Meter (Y)
No
Nama Sampel
X
Y
X2
Y2
X.Y
1
Adoe
97
12.19
9409
148.59
1182.43
2
Rian
91
14.35
8281
205.92
1305.85
3
Nasruddin
95
15.48
9025
239.63
1470.6
4
Taufik
100
16.51
10000
272.58
1651
5
Dedi
94
16.62
8836
276.22
1562.28
6
Iqbal
98
13.79
9604
190.16
1351.42
7
Syaukas
98
12.12
9604
146.89
1187.76
8
Fahrul Azmi
95
14.68
9025
215.5
1394.6
9
Taufikkurahman
95
14.7
9025
216.09
1396.5
10
Mursalin
94
13.45
8836
180.9
1264.3
11
Midun
95
12.15
9025
147.62
1315.75
12
Zulfanidar
90
21.6
8100
466.56
1944
13
Rida Susanti
95
17.35
9025
301.02
1648.25
14
Rosmawar
93
21
8649
441
1953
15
Dewi
94
17.98
8836
323.28
1690.12
16
Sri Astuti
95
20.75
9025
430.56
1971.25
17
Sari
90
21.66
8100
469.15
1949.4
18
 Zahra
94
19.3
8836
372.49
1814.2
19
Samsul Amri
95
16.1
9025
259.21
1529.5
20
Amri
95
14.9
9025
222.01
1415.5
21
Ali
92
17.2
8464
295.84
1582.4
22
Tino
92
12.2
8464
148.84
1122.4
23
Sudarmansyah
100
12.25
10000
150.06
1225
24
Kamal Fasya
97
18.32
9409
335.62
1777.04
25
Rahmat Ikramullah
96
19.12
9216
365.57
1835.52
26
Fadhul Salim
97
16.58
9409
274.89
1608.26
Total
2467
422.35
234253
7140.4
40148.3

     
        
        
        
         =
        
Hasil analisis data di atas, menunjukkan bahwa nilai koefesien korelasi (r) panjang tungkai (X) dengan kecepatan lari sprint 100 meter (Y) pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011adalah sebesar 0,364.3. Pengujian Hipotesis
Pada BAB I telah dikemukakan hipotesis H0= tidak terdapat hubungan antara panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, sedangkan H1= terdapat hubungan antara panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011.
            Berdasarkan hasil pengolahan data tes panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, duiperoleh nilai koefisien korelasi sebesar :0,36 sebagai r-hitung, sedangkan r-tabel pada adalah 2,06.
Uraian di atas menunjukkan bahwa hipotesis yang penulis rumuskan dapat diterima kebenarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi (1990:302) yang menyatakan bahwa: bilamana r yang kita peroleh sama dengan atau lebih besar dari pada nilai r dalam tabel tersebut , maka nilai r yang kita peroleh itu signifikan”.
            Untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan, dapat juga ditempuh dengan menggunakan pengujian t-hitung. Dalam hal ini merupakan salah satu cara untuk membuktikan kebenaran atau kedudukan suatu hipotesis penelitian. Jika t-hitung lebih besar atau sama dengan t-tabel, maka hipotesis yang dirumuskan diterima kebenarannya, sebaliknya jika t-hitung lebih kecil dari dari t-tabel, maka hipotesis yang diajukan ditolak kebenarannya. Pengujian t-hitung dapat ditempuh dengan menggunakan rumus dari Irianto (1988:54) sebagai berikut:
= 0,0077 x 6,12
= 2,20
            Dari perhitungan di atas, diperoleh nilai t-hitung sebesar = 02,20, sedangkan nilai t-tabel adalah 2,06. Artinya nilai t-hitung t-hitung = 2,20 < nilai t-tabel 2,06. Uraian tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang penulis rumuskan diterima kebenarannya. Dengan demikian jelas bahwa adanya hubungan yang signifikan antara panjang otot tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahaiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011”.

4.4. Pembahasan Penelitian
            Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data tes hubungan panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, yang terdiri dari dua item tes telah diperoleh hasil sebagaimana terlihat dalam pengujian hipotesis.
Untuk memberikan interprestasi koefisien kerelasi menurut Sugiyono (2004:183) sebagai tabel berikut:
Tabel 5. Untuk melihat hubungan variabel x dan y
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199
Sangat Rendah
0,20 - 0,399
Rendah
0,40 - 0,599
Sedang
0,60 - 0,799
Kuat
0,80 -- 1,000
Kuat sekali

            Seorang pelari spriint yang memiliki panjang tungaki lebih tinggi dapat mempengaruhi kecepatannya dalam berlari lebih cepat dibandingkan dengan pelari sprint yang tidak memiliki panjang tungkai yang lebih tinggi. Disamping itu, panjang tungkai akan mempengaruhi seorang pelari sprint untuk memperpanjang langkah dan mempercepat irama langkah, karena kecepatan lari dihasilkan oleh panjang langkah dan irama langkah. Panjang langkah dipengaruhi oleh panjang tungkai sedangkan irama langkah dipengaruhi oleh power otot tungkai.
Dalam melakukan olahraga apapun tidak pernah bisa terlepas dari kondisi fisik karena ini merupakan syarat utama dalam olahraga faktor biologis hanya menambah sedikit pengaruh sedangkan komponen fisik merupakan kubutuhan utama olahragawan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tingkat hubungan antara pajang tungkai terhadaap kecepataan lari sprint 100 meter dengan kontribusi sebesar 2,20 yang berada pada katagori rendah.


BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan Penelitian
            Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dengan pengolahan serta analisis data dari penelitian yang berjudul hubungan panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : terdapat hubungan yang signifikan antara panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter, hal tersebut ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar 0,36. Kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa getsempena Banda Aceh berada pada katagori rendah.       

5.2. Saran Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan saran - saran sebagai berikut:

  1. Dalam upaya peningkatan hendaknya para pelatih/ guru pendidikan jasmani harus memperhatikan panjang tungkai atlet/ siswa tersebut terdahulu baru diberikan latihan kekuatan otot tungkai.
  2. Kekuatan otot tungkai memang memberikan kontribusi yang baik terhadap kemampuan lari, namun dengan memiliki panjang tungkai yang baik ini juga akan memberikan kkontribusi yang besar bagi si pelari dikarenakan langkah kakinya lebih jauh dibandingkan dengan yang memiliki panjang tungkai yang lebih pendek.
  3. Agar olahraga atletik dapat lebih dikembangkan di Penjaskesrek BBG Banda Aceh, terutama cabang lari karena olahraga ini mudah untuk dilakukan dan tidak memakai biaya yang besar dan juga mahasiswa Penjaskesrek sekarang memiliki panjang tungkai yang tinggi.
  4. Diharapkan agar untuk penelitian di masa - masa mendatang jika ada peneliti yang ingin meneliti tentang lari supaya memilih sampel penelitian adalah seorang atlet lari sehingga dapat perbandingan antara hasil penelitian ini dan penelitian terhadap atlet lari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar