BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Maslah
Atletik adalah
salah
satu cabang olahraga tertua yang dilakukan
semenjak
zaman purba. Gerakan - gerakan yang terdapat
dalam cabang olahraga atletik seperti: berjalan, berlari,
melompat dan melempar adalah
gerakan
yang
dilakukan oleh manusia didalam kehidupan sehari - hari. (Syarifudin,1992:1).
Perkembangan
atletik ditanah air juga ditandai dengan
semakin banyaknya
klub - klub atletik dibawah naungan PASI. Klub - klub tersebut saling bersaing dalam membina atletnya untuk berprestasi
dalam bidang olahraga
khususnya atletik. Atletik adalah
olahraga yang dalam setiap
gerakanya menggunakan aktivitas fisik atau jasmani, dimana dalam
melakukanya seluruh anggota tubuh
akan ikut bergerak, baik itu kaki, tangan
atau
anggota tubuh yang
lain.
Perlombaan
atletik banyak diadakan diberbagai
tempat diseluruh dunia, event - event
bertaraf internasional
seperti Olimpiade,
Asian Games, Sea
Games, ditingkat nasional
ada
PON, Kejurnas,
PORDA, Kejurda dan sebagainya.
Khusus untuk nomor lari yang dilombakan
dalam event nasional maupun internasional
terdiri dari nomor:
1) lari jarak
pendek,
2) lari jarak menengah
dan,
3) lari jarak jauh. (Syaifuddin,
1992:10).
Untuk
nomor
lari
jarak pendek ada
yang
dilakukan tanpa rintangan dan ada yang melalui rintangan, serta ada yang dilakukan dengan
cara bersambung
atau estafet. Nomor-nomor lari jarak pendek
tersebut, rincian yang adalah sebagai
berikut:
a)
Nomor - nomor lari jarak pendek tanpa
rintangan:100 m,
200
m, dan 400 m.
b)
Nomor - nomor lari
jarak pendek dengan melalui rintangan: 100 m gawang, 110
m gawang, 200 m gawang, dan
400 m gawang.
c)
Lari estafet dengan 4 orang pelari yaitu: 4 x 100 m, 4 x 200 m, 4 x 400 m namun yang umum
dilombakan adalah nomor 4 x 400 m.
Untuk menjadi atlet lari jarak pendek
100 meter yang berprestasi ada beberapa aspek yang harus dikembangkan
melalui latihan, aspek - aspek tersebut
adalah 1) persiapan fisik,2)
persiapan taktik, 3) persiapan teknik
dan, 4) persiapan mental (Bompa,1994:49). Dan aspek kemampuan
biomotor yang meliputi kekuatan,
kecepatan, daya tahan, kelentukan
dan koordinasi juga harus
dilatihkan
dan dikembangkan,
terutama pada atlet muda.
Dalam
lari jarak pendek
100 meter kemampuan biomotor yang paling dominan dan
sangat
penting
adalah kecepatan, dapat dilihat dari segi
mekanika
kecepatan adalah perbandingan
antara
jarak dan waktu. Latihan
kecepatan
sangat penting
untuk diberikan pada atlet lari jarak pendek khususnya
lari
jarak
100 meter,
karena
untuk menjadi juara
dalam lomba lari jarak pendek tersebut,
diperlukan kecepatan
yang
maksimal
dalam berlari,
siapa yang tercepat maka dialah yang
akan
memenangkan perlombaan
tersebut. Untuk mencapai
hasil
yang
maksimal
dalam lari
100 meter diperlukan penguasaan teknik
start
teknik
lari, teknik melewati garis
finish (Syarifuddin,1992:41). Dalam melakukan gerakan lari 100 meter, yang terkait
dengan gerakan utama adalah: panjang tungkai, berperan terhadap
hasil
lari.
Faktor
penentu kecepatan secara khusus dalam atletik lari jarak pendek baik 60 meter
maupun 100 meter, memiliki hubungan panjang tungkai terhadap kemampuan lari.
Karena kecepatan sprint di tentukan oleh: otot yang bekerja, panjang tungkai,
frekwensi gerakan, teknik lari yang sempurna (Suharno, 1985:26). Dengan
kecepatan dan kekuatan otot tungkai serta frekwensi gerakan kaki yang banyak
dan jarak langkah yang sesuai akan mendapatkan kecepatan yang optimal.
Tapi hal tersebut
tidak
akan
lepas dari latihan yang baik dan
teratur, jika ingin mencapai
hasil yang maksimal. Panjang tungkai adalah komponen kondisi fisik yang tedapat
pada paha, betis dan kaki. Jadi,
seorang pelari yang punya
panjang
tungkai yang panjang akan memiliki kecepatan linier
yang
lebih besar. Kecepatan
angulernya dibuat konstan maka panjang
radius makin besar dari
pada kecepatan liniernya,
jadi lebih menguntungkan
jika
digunakan panjang tungkai yang panjang.
Dalam
usaha untuk meningkatkan prestasi harus mengacu
pada
prinsip latihan, pada
prinsip
latihan yang terpenting diantaranya
adalah
prinsip
overload atau prinsip beban berlebih,
dan prinsip progresiveload atau prinsip beban meningkat bertahap (Sajoto,1995:30). Meskipun latihan dilakukan
secara terus
menerusdan berulang - ulang atau dilakukan
sistimatis
sekalipun, akan tetapi
jika tidak dibarengi dengan penambahan
beban secara
overload dan progresiveload maka prestasinya tidak akan meningkat. Dengan penambahan beban maka secara otomatis otot
akan beradaptasi
sehingga akan
menimbulkan
efek dari latihan yang dilakukan
tersebut, adapun penambahan beban tersebut
ditentukan berdasarkan pada intensitas dan volume
(Bompa,1994:46).
STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh merupakan
sebuah kampus yang memiliki progran berbagai macam bidang studi salah satunya
adalah program studi pendidikan jasmani.
Program studi pendidikan jasmani kesehatan dan reakreasi terdiri dari 7
angkatan yang dimulai dari leting 2008 hingga 2014. Dalam mata kuliah
penjaskesrek terdapat berbagai macam bidang studi olahraga salah satunya adalah
pelajaran atletik. Dengan keanekaragaman jasmani yang dimiliki oleh setiap mahasiswa
Stkip Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh maka peneliti ingin menguji apakah
individu yang memilki tungkai yang lebih pamjang dapat berlari lebih cepat
daripada individu yang tidak memiliki tungkai yang panjang terhadap hasil lompat jauh.
Berdasarkan pernyataan diatas
dapat diketahui bahwa
panjang tungkai, peranan yang penting terhadap hasil lompat jauh, maka penulis mengadakan
penelitian
dengan judul “Hubungan Panjang Tungkai Terhadap Hasil lompat
jauh Pada Mahasiswa Penjaskesrek Sekolah Tinggi
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh Angkatan 2012”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
permasalahan di atas yang melatar belakangi, maka dapat penulis rumuskan
masalah sebagai berikut: Apakah terdapat Hubungan Panjang Tungkai Terhadap
Hasil lompat jauh Pada Mahasiswa
Penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Bnanda Aceh Angkatan 2012.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian
ini adalah: Untuk mengetahui
Hubungan
Panjang Tungkai Terhadap Hasil lompat jauh Pada Mahasiswa Penjaskesrek STKIP Bina
Bangsa Getsempena Banda Aceh Angkatan 2012.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian
ini adalah sebagai bahan masukan bagi:
1.4.1 Bagi guru
penjas dalam mengajar di sekolah.
1.4.2 Bagi
pembina/pelatih dalam memilih atlet lompat jauh
1.4.3 Bagi peneliti dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya cabang
olahraga Atletik
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis
adalah jawaban sementara atau dugaan sementara dari masalah penelitian yang
kebenarannya harus dibuktikan dengan penelitian secara empiris. Sudjana (2005:219)
mengatakan bahwa: “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan sementara mengenai
sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk
melakukan pengecekannya”.
Berdasarkan
pendapat di atas, maka penulis merumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
H0 = Tidak terdapat Hubungan Panjang Tungkai Terhadap
Hasil Lari 100 Meter Pada Mahasiswa Penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda
Aceh Angkatan 2011.
H1 = Terdapat
Hubungan Panjang
Tungkai Terhadap Hasil Lari 100 Meter Pada Mahasiswa Penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh Angkatan
2011.
1.6 Definisi Istilah
Agar permasalahan yang dibicarakan dalam penelitian ini
tidak salah penafsiran istilah, maka
penulis perlu memberikan penegasan istilah
yang meliputi:
1.6.1
Hubungan
Hubungan
adalah 1) keadaan yang berhubungan atau bersangkutan, 2) sangkut paut, 3) kontak,
4) ikatan; pertalian (KBBI, 2002:409). Yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah menghubungkan Panjang Tungkai
dengan lari100 Meter.
1.6.2 Panjang Tungkai
Panjang
tungkai menurut kamus anatomi adalah
anggota
gerak bawah yang
terdiri dari paha, betis dan kaki (Evelyn Pearce,1973:75). Pengukuranya adalah
dengan caratinggi badan dikurangi tinggi duduk diukur dalam posisi duduk. Ketinggian
sikap duduk, jarak artikel dari
permukaan
duduk dari puncak kepala yang merupakan
total kepanjangan batang tubuh, leher dari
panjang kepala perbandingan tinggi
duduk terhadap tinggi
badan sesuai dengan penampilan dalam beberapa cabang olahraga
(KONI, 2000:20).
1.6.3
Lari Sprint
Lari sprint menurut Purwadarminta (1980:209) adalah “lari secepat -
cepatnya dalam jarak yang pendek”. Lari jarak pendek (sprint) juga dikenal
jenis lari yang sejak start sampai finish dilakukan dengan kecepatan maksimal.
Jadi, ari sprint dapat dikatakan usaha lari sekencang - kencangnya dimulai dari
start hingga mencapai finish dengan menggunakan seluruh kemampuan serta dengan
kecepatan tinggi.
1.7 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 27 November 2014 bertempat di Stadion Lhong
Raya Banda Aceh. Penelti
tertarik melakukan peneitian disana dikarenakan di dalam stadion lhomg raya
memiliki track untuk atletik kususnya nomor lari yang bagus dan memenuhi
standar internasional sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian
dan memudahkan sampel untuk berlari dengan rasa aman dan nyaman.
BAB II
LANDASAN
TEORITIS
2.1 Pengertian
Hubungan
Hubungan
menurut Poerwadarminta (1996:08), adalah: “Keadaan yang berhubungan”. Jadi yang
dimaksud hubungan dalam penelitian ini adalah hubungan antara satu variabel
dengan variabel lainnya dan saling mempengaruhi.
Menurut
Warsito Sunaryo (1995: 25), Hubungan adalah studi tentang interaksi antara
masalah tertentu, termasuk keadaan relevan yang mengelilingi interaksi, atau
sama dengan keadaan yang relevan yang saling berinteraksi antara keadaan yang
di uji.
(Ary
Waskito, 1995: 29) megemukakan bahwa hubungan adalah Proses interaksi yang
mengkaitkan antara sebab dan akibat untuk mencapai keadaan yang relevan antara
masalah yang saling mempengaruhi.
2.2
Pengertian Kondisi Fisik
Menurut
Sajoto (1995: 8), Kondisi Fisik adalah satu kesatuan utuh dari
komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan
maupun pemiliharannya. Artinya bahwa didalam usaha peningkatan kondisi fisik
maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan.
Menurut
Sajoto (1995: 8), Kondisi Fisik adalah satu prayarat yang sangat diperlukan
dalam usaha peningkatan prestasi seseorang atlet, bahkan dapat dikatakan
sebagai keperluan dasar yang tidak dapat ditunda atau ditawar-tawar lagi.
Selanjutya
tentang kesepuluh komponen tersebut masing-masing adalah sebagai berikut:
1.
Kekuatan (strength), adalah komponen kondisi
fisik seseorang dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja.
2.
Daya tahan (endurance), adalah kemampuan seseorang
dalam mempergunakan system jantung, paru-paru dan peredaran darahnya secara
efektif dan efisien untuk menjalankan kerja secara terus-menerus yang
melibatkan kontraksi sejumlah otot-otot dengan intensitas tinggi dalam waktu
yang cukup lama.
3.
Daya otot (muscular power), adalah kemampuan
seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu
yang sependek-pendeknya.
4.
Kecepatan (speed), adalah kemampuan seseorang
untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu
sesingkat-singkatnya. Seperti dalam lari cepat, pukulan dalam tinju, balap
sepeda,panahan dan lain-lain. Dalam hal ini ada kecepatan gerak dan kecepatan
eksplosif.
5.
Daya lentur (flexibility), adalah efektivitas
seseorang dalam penyesuaian diri untuk segala aktivitas dengan penguluran tubuh
yang luas.
6.
Kelincahan (agility), adalah kemampuan seseorang
mengubah posisi di area tertentu. Seseorang yang mampu mengubah satu posisi
yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik.
7.
Koordinasi (coordination), adalah kemampuan
seseorang menintegrasikan bermacam-macam gerakan yang berbeda ke dalam pola
gerakan tunggal secara efektif.
8.
Keseimbangan (balance), adalah kemampuan seseorang
untuk mengendalikan organ-organ syaraf otot, seperti dalam hand stand atau dalam mencapai keseimbangan sewaktu seseorang
sedang berjalan kemudian terganggu (misalnya tergelincir dan lain-lain).
9.
Ketepatan (accuracy), adalah kemampuan seseorang
untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran.
10. Reaksi
(reaction), adalah kemampuan
seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang
ditimbulkan lewat indera, syarat atau feeling
lainnya.
Walaupun
para ahli fisiologi merinci komponen-komponen tersebut sebagai komponen physical fitness, namun ini cenderung
untuk merinci komponen-komponen tersebut sebagai komponen kondisi fisik yang
sangat dibutuhkan olahragawan sebagai dasar mencapai prestasi yang diharapkan.
2.3 Panjang Tungkai
Panjang adalah jarak membujur dari
ujung ke ujung, panjang yang di maksud dalam olahraga lari 100 meter adalah :
panjang tungkai, panjang tungkai merupakan salah satu faktor yang harus di
perhatikan oleh para atlet. Tujuan dalam olahraga lari 100 meter adalah untuk
memperbaiki kecepatan dalam berlari karena merupakan syarat terpenting dalam
pencapaian lari 100 meter. Bila di tinjau dari Biomekanika maka gerakan tungkai
saat berlari lebih banyak di dominasi oleh kekuatan otot-otot pada masing - masing organ
tersebut.
Menurut (Sudarminto, 1992:93)
kerangka tubuh manusia tersusun atas sistem pengungkit. Pengungkit adalah suatu
batang yang kaku bergerak dalam suatu busur lingkaran mengitari sumbunya, maka
geraknya di sebut gerak rotasi atau anguler. Pada waktu obyek bergerak dalam
lintasan busur maka jarak yang di tempuh oleh tiap titik yang ada di sepanjang
batang pengungkit akan berbeda - beda. Apabila seorang pelari memiliki otot panjang
tidak menutup kemungkinan besar kekuatan otot yang di miliki. Panjang otot sama pentingnya dengan
panjang tulang, semakin panjang otot semakin penjang tulangnya, di mungkinkan
besar pula kekuatannya. Bahwa besar kecilnya otot benar - benar
berpengaruh terhadap kekuatan otot yang kenyataannya apabila pelari yang
memiliki tulang yang panjang tetapi tidak di dukung otot yang panjang dan tidak
memiliki kekuatan otot yang besar maka sedikit akan melamah tetapi makin besar
serabut otot seseorang makin kuat pula otot tersebut dan makin panjang ukuran
otot maka akan semakin kuat seorang pelari tersebut. Panjang tungkai juga
merupakan keuntungan kekuatan, karena dengan panjang tungkai dan exsplosif yang
baik tidak menutup kemungkinan semakin panjang otot yang di miliki, karena
besar kecilnya otot benar - benar berpengaruh terhadap kekuatan otot tersebut,
maka semakin panjang tungkai semakin kuat pula untuk bergerak.
Panjang
adalah jarak membujur dari ujung ke ujung. Panjang yang dimaksud disini dalam olahraga
lari 100 meter adalah: panjang
tungkai,
panjang ini merupakan salah
satu faktor yang
harus di perhatikan oleh para
atlet.
Tujuan
dalam olahraga lari 100 meter adalah untuk
memperbaiki
kecepatan dalam berlari karena merupakan syarat terpenting dalam pencapaian lari 100 meter. Bila ditinjau dari Biomekanika maka gerakan tungkai, ayunan lengan dan tegak saat berlari
lebih banyak didominasi oleh kekuatan otot - otot pada masing - masing
organ tersebut.
Hubungan
panjang tungkai, dengan gerakan angular
dalam hal jarak, kecepatan dan percepatan dapat
dikatakan banyak hal tentang lari, ini dapat dibuktikan dengan pengungkit misal: pengungkit A jar i -jarinya lebih pendek dari
B dan B lebih pendek dari C jika ketiga pengungkit itu digerakan
sepanjang jarak
angular yang
sama dalam waktu yang sama pula,
jelas pengungkit A akan bergerak dengan kecepatan yang lebih kecil dari pada kecepatan
ujung - ujung B dan C. Jadi ketiga
pengungkit memiliki kecepatan
angular yang sama tapi kecepatan linier pada gerak
berputar
pada
masing - masing ujung pengungkit akan
sebanding
dengan
panjangnya pengungkit.
2.4 Pengertian
Atletik
Atletik berasal dari bahasa Yunani,
yaitu “Athlon”
yang memiliki makna bertanding atau berlomba. Istilah ini dapat dijumpai dalam kata “Pentathlon” atau “Decathlon”. Pentathlon
memiliki makna panca lomba yaitu perlombaan yang terdiri dari lima jenis lomba,
sedangkan Decathlon adalah dasa lomba
dengan perlombaan ini terdiri dari sepuluh jenis lomba (Suherman, 2001: 1).
Widya (2004) mengemukakan bahwa: “Atletik merupakan salah
satu unsur dari pendidikan jasmani dan kesehatan yang juga merupakan komponen - komponen
pendidikan keseluruhan yang mengutamakan aktivitas jasmani serta pembinaan
hidup sehat dan pengembangan jasmani, mental, sosial dan emosional yang serasi,
selaras, dan seimbang”. Selanjutnya Ballesteros (1989:10) berpendapat
bahwa: “Atletik adalah aktivitas jasmani yang berisikan gerakan
ilmiah seperti jalan/lari, lompat dan lempar”. Atletik yang berisikan gerakan
ilmiah tersebut merupakan salah satu cabang olahraga yang mendasari cabang - cabang
olahraga lainnya sehingga disebut sebagai induk dari semua cabang olahraga.
Istilah tersebut muncul karena dalam semua cabang olahraga turut menggunakan
gerakan jalan atau lari, lompat dan lempar. Dalam hal ini Adisasmita
(1992:13) menjelaskan:
“Atletik adalah bentuk gerakan dasar yang asli dan wajar
dari manusia dan merupakan gerakan - gerakan yang ternilai artinya bagi hidup dan kehidupan
manusia”.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa atletik merupakan olahraga alami yang
paling bagus, meliputi latihan fisik yang paling lengkap dan memungkinkan
paling merasakan kepuasan terhadap naluri primitifnya yang dasar untuk
bergerak, meskipun terikat akan adanya disiplin dan peraturan. Gerakan -gerakan atletik itu semuanya ada dalam olahraga dan inti semua cabang
olahraga . Oleh
sebab itu atletik disebut sebagai induk olahraga atau “Mother of
Sport”.
Nomor - nomor yang terdapat
dalam cabang olahraga atletik adalah sebagai berikut: 1). Jalan, dan lari 2).
Nomor lempar, dan 3). Nomor lompat, dengan rincian sebagai berikut:
2.2.1.
Jalan
dan Lari
Untuk
nomor jalan, dalam perlombaan atletik dibagi menjadi beberapa nomor yaitu:
untuk putra 10 km, 20 km dan putri 5 km,10 km dan untuk olimpiade yang
diperlombakan adalah jarak 20 km, 50 km. Sedangkan untuk lari terdiri dari: 1).
Lari jarak pendek. 2). Lari jarak menengah, 3). Lari jarak jauh (Syarifuddin,
1992:10).
2.2.2.
Nomor
Lempar
Untuk
nomor lempar yang diperlombakan, yang bersifat Nasional maupun internasional
terdiri dari: 1). Tolak peluru, 2). Lempar lembing, 3). Lempar cakram dan, 4). Lontar
martil (Syarifuddin, 1992:10).
2.2.3. Nomor Lompat
Untuk nomor lompat yang diperlombakan
baik tingkat Nasional maupun Internasional yang terdiri dari: 1). Lompat jauh,
2). Lompat tinggi, 3). Lompat jangkit, 4). Lompat tinggi galah. Syarifuddin
(1992:10).
Selain
nomor - nomor tersebut juga
masih ada lagi nomor gabungan yang selalu diperlombakan, baik yang bersifat
Nasional maupun Internasional, yaitu: 1). Pancalomba, hari pertama lari gawang
100 m, tolak peluru, dan lompat tinggi, hari kedua lompat jauh dan lari 800 m,
2). Dasalomba, hari pertama lari 100 m, lompat jauh, tolak peluru, lompat
tinggi, lari 400 m, hari kedua, lari 100 m, lempar cakram, lompat tinggi galah,
lempar lembing dan lari 1500 m (Munasifah, 2008:57).
2.5 Sejarah Atletik
Perkembangan atletik sejak zaman kuno hingga kini perlu
dipakai, sebab ada pepatah mengatakan ”Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai sejarah.” Dengan mengetahui kejadian masa lampau diharapkan dapat
dibangkitkan kesadaran anak bangsa untuk menata masa depan yang lebih
baik.
Menurut para ahli sejarah, atletik sudah dilakukan di
negeri Yunani pada abad ke - 6 sebelum nabi Isa lahir. Pandangan ini didasarkan pada
lukisan - lukisan pada zaman itu dan tulisan ahli filsafat yang
bernama Xenophenes. Perkembangan atletik pada masa itu sangat erat hubungannya
dengan perlombaan di Yunani yang mengalami zaman keemasan antara tahun 500 s/d
400 sebelum masehi. Pada abad ke-12 setelah masehi, atletik masih belum dikenal
oleh khalayak ramai. Namun memasuki abad ke-18 mulai dibentuk berbagai
perkumpulan atletik di Inggris, sekaligus awal dimulainya kembali perlombaan
atletik pada tahun 1860 di San Fransisco semakin semaraklah atletik di Seantero Dunia, sehingga dapat dimasukkan
ke dalam kegiatan Olypiade modern pertama, tahun 1896 meskipun hanya diikuti
oleh kaum pria saja. Sekarang ini, tidak kurang dari 24 nomor diperlombakan
untuk putra dan 14 nomor untuk putri.
Di Indonesia atletik dikenal melalui Bangsa Belanda yang
telah menjajah kita, Pada waktu itu, atletik belum banyak dikenal, karena hanya
dilakukan di lingkungan sekolah dan kemeliteran saja. Pada tahun 1943, mulai
diselenggarakan perlobaan atletik antar sekolah yang diikuti oleh tiga
perkumplan sekolah yaitu GASEMBA dari
Bandung, GASEMMA dari Yogya, dan GASEMBO dari Solo. Mulai saat itulah,
atletik sering diperlombakan di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka,
pengembangan olahraga atletik semakin pesat dengan berdirinya Organisasi PASI
(Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) pada tahun 1950 di kota Bandung. Sejak
saat itulah, atletik menjadi cabang olahraga yang sangat digemari masyarakat.
Hampir setiap pagi orang melakukan jogging, bahkan kalau hari libur, jalan raya
sering dipenuhi oleh masyarakat untuk berolahraga lari atau jalan. Sampai
memasuki abad millenium ke-3, atletik tetap menjadi primadona masyarakat dalam
berolahraga.
2.6 Pengertian Lari Sprint
Olahraga lari merupakan suatu bentuk cabang olahraga yang paling mudak
dilakukan, karena gerakan lari tersebut bersifat natural bagi manusia. Kegiatan
lari dapat dilakukan dimana saja, karena dalam pelaksanaan lari tidak
memerlukan fasilitas yang permanen serta tidak mengeluarkan biaya yang besar.
Oleh karena itulah olahraga lari diminati di seluruh kalangan masyarakat. Lari
tidak hanya sebagai suatu perlombaan , tetapi juga bagian yang penting bagi
olahraga lainnya.
Lari dan jalan adalah sama, kecualii dalam hal gerakan.
Dalam lari lebih diutamakan gerakan yang cepat dan lebih luas. Walaupun
demikian ada perbedaan - perbedaan seperti yang dikemukakan oleh Jansen (1990:297),
mengatakan bahwa 1. pada lari terdapat satu tahap yang singkat, selama atau
pada waktu tertentu tidak mempunyai hubungan dengan permukaan bumi, 2. Dalam
lari tidak terdapat tahap dimana kedua kaki berhubungan pada waktu yang
bersamaan. Dari kutipan di atas jelas bahwa terdapat perbedaan antara lari dan
jalan. Jadi secara umum pada lari tubuh mengalami gerak maju yang mendorong
lebih besar dari pada waktu berjalan. Gerakan lari biasanya dilakukan dengan
langkah - langkah kaki ke depan secara bergantian.
Gerakan lari sprint adalah salah satu fase yang
paling penting dalam satu rangkaian lari. Jarak lari yang jauh, serta waktu
untuk melakukan start sampai finish sesingkat - singkatnya. Oleh
karena itu saat tersebut pelari mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk
menggunaka seluruh aspek kemampuan yang dimiliki guna mencapai hasil yang
maksimal. Tentang aspek - aspek dalam lari sprint, Doherty (1963:81)
mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :”ada lima aspek utama dalam gerakan
lari sprint yang harus diperhatikan, antara lain: menajaga relaksasi
otot, kecondongan bandan ke depan, gerakan lengan, panjang langkah, dan gerakan
pantul dari kaki dan pergelangan kaki”.
Berkaitan dengan relaksasi otot, Doherty (1963:82)
menjelaskan bahwa: “relaksasi ini harus diperhatikan secara terus - menerus,
artinya bahwa dalam gerakan lari, pada saat berkontraksi kerja otot - otot
dibutuhkan, akan tetapi pada saat relaksasi, kerja otot tidak dibutuhkan”. Jadi
kontraksi dari otot akan terjadi secara terus menerus. Hal tersebut sangat
diperlukan untuk memperlancar proses metabolisme di dalam otot itu sendiri.
Mengenai kecondongan ke depan adalah berkaitan dengan hukum kesetimbangan dan
tahanan, pada saat lari sprint, seorang atlet harus berusaha menempatkan
dirinya dalam keadaan labil, agar ia mudah kehilangan kesetimbangan, dan agar
ia dapat bergerak secara mudah ke arah condongannya badan tersebut.
Berkaitan hal tersebut, Hidayat (1997:36) mengatakan:
kalau hendak bergerak seketika/ cepat ke suatu arah, badan harus dalam keadaan
labil dan titik berat badan didekatkan ke sisi tumpuan (jarak horizontal
diperkecil). Jadi semankin condong ke arah depan, berati semakin jauh pula
proyeksi titik berat badan ke depan bidang tumpuannya. Artinya akan semankin
labil ke arah depan, akan semankin mudah bergerak ke arah depan, seperti terlihat
pada gambar 1.

Gambar 1.
Posisi lari badan labil
Perhatikan jarak proyeksi titik berat badan dengan
tumpuan kaki belakang yang merupakan bidang tumpuan saat berlari. Semakin jauh
letak proyeksi titik berat badan dari titik tumpuannya, maka akan semakin labil
pelari tersebut ke arah lari. Kecondongan badan juga berkaitan dengan udara,
seperti yang dikemukajan Hidayat (1997:158) bahwa: tahan udara akan
memperlambat gerak laju. Makin besar tahanan udara yang bekerja, makin lambat
lajunya. Besarnya tahan udara tergantung dari besarnya penampung yang terkena
udara tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tasya (1984:11) mengatakan
bahwa “lari dapat dirumuskan sebagai gerakan ke depan denagn lanhkah - langkah dan
catatan, bahwa setelah satu kaki diluruskan dan diangkat terjadi suatu momen
yang melayang disusul dengan pendaratan di tanah dengam kaki lain”. Pada
dasarnya gerakan lari untuk semua nomor lari adalah sama. Akan tetapi, karena
adanya pembagian jarak yang ditempuh maka dalam pelaksanaannya tetap berbeda,
sekalipun sangat kecil.
Berdasarkan pembagian jarak yang ditempuh dalam nomor
lari menurut Sasmita (1986:2) adalah “lari jarak pendek 100 meter sampai 400
meterm lari jarak menegah 800 meter sampai dengan 3000 meter dan lari jarak
jauh 5000 meter sampai dengan marathon berjarak 42.195 kilo meter”.
Dengan adanya pembagian jarak tersebut maka pada saat melakukan gerak lari
untuk menempuh masing - masing jarak mengalami perbedaan yang satu dengan yang
lainnya, untuk jarak lari pendek frekuensi langkah harus secepat - cepatnya,
mendarat dengan telapak kaki bagian depan terlebih dahulu, serta badan condong
ke depan.
Lari jarak pendek yang lebih dikenal dengan sebutan lari sprint
adalah salah satu bagian dari nomor lari. Menururt Sasmita (1986:2-3) lari sprint
adalah semua nomor lari yang diperlombakan dimana senua pesertanya harus lari
dengan kecepatan penuh sepanjang jarak yang ditempuhnya. Jadi nomor - nomor
lari yang masuk dalam nomor lari sprint adalah lari 100 meter, 200 meter
dan lari 400 meter. Dalam perlombaan atletik, lari sprint selalu menarik
perhatian penonton, karena mempunyai daya tarik tersendiri, dimana pelari
mempertontonkan kecepatan, kekuatan dan irama langkah kaki yang mempesona dan
membanggakan. Hal ini disebabkan apabila seorang pelari berhasil menjadi
pemenang maka ia akan dijuluki sebagai manusia tercepat.
Pada umumnya pelari cepat harus menggunakan kekuatan dan
tenaga seefesien dan semaksimal mungkin dalam usaha mencapai prestasi yang
maksimum. Dengan demikian kekuatan serta kecepatan merupakan modal utama untuk
menempuh suatu jarak dengan waktu yang sesingkat mungkin. Dalam hal ini Jansen
(1990:298) mengemukakan bahwa “lari sprint merupakan pelaksanaan
kekuatan yang tergantung pada kemampuan seseorang dalam mengembangkan tubuhnya
dengan kuat, serta pergantian kedua kaki”. Kelangsungan gerak kai pada lari sprint
secara teknis adalah sama yaitu : gerakan start, gerak sprint dan
gerak finish. Walaupun ada perbedaan terletak pada penghematan
penggunaan tenaga karena adanya perbedaan jarak yang ditempuh. Semankin jauh
jarak yang akan ditempuh, semankin membutuhkan keterampilan dan daya tahan yang
bagus.
2.7 Teknik Lari 100 Meter
Di dalam lari sprint 100 meter ada
3 hal penting yang harus
dikuasai oleh setiap pelari
yaitu: teknik
start, teknik
lari dan teknik finish.
Start yang
baik sangat diperlukan dalam
lomba lari 100 meter, karena dengan start yang
baik dan benar akan dapat menghindari
diskualifikasi dalam
perlombaan lari, selain itu dengan menguassai teknik start yang
baik akan dapat menambah kepercayaan
diri yang tinggi sehingga dapat
berkonsentrasi dalam melakukan lari jarak pendek
100 meter.
Lari cepat biasanya
dimenangkan kurang dari
satu meter atau sepersepuluh
detik, maka dari itu penting sekali menguasai
start yang baik, banyak kekalahan
dalam perlombaan terjadi pada permulaan tart,
bukan ditempatlain, seperti yang dikatakan Don Conhan bahwa start
yang
benar adalah salah satu dari dasar-dasar paling penting
dari lari jarak pendek yang baik.
Hasil perlombaan kerap
kali oleh beberapa
inci
keuntungan atau kerugian
pada waktu start
(Adisasmita, 1966:60).
Dalam
perlombaan
lari dikenal
3 macam start, yaitu start jongkok
(crouching start) digunakan pada
lari jarak pendek, start berdiri (standing
start) di gunakan
pada lari jarak menengah,
jarak
jauh dan marathon.
Start
melayang (flyingstart) digunakan lari
sambung atau estafet oleh pelari kedua
dan
pelari berikutnya.
Teknik lari arak pendek 100
meter.
Pada teknik lari
jarak pendek ada
3 macam bagian yang
harus diperhatikan, yaitu:
langkah kaki, ayunan
lengan serta ke condongan badan.
2.7.1
Langkah Kaki
Gerakan
melangkah pada lari berbeda gerakan melangkah
pada
jalan, perbedaan tersebut
adalah pada
lari ada saat kedua
kaki
melayang, sedangkan pada saat berjalan tidak ada gerakan saat kaki melayang.
Gerakan
lari secara keseluruhan dimulai dengan
tanah
kembali,
siklus keseluruhan dimulai saat dimana
satu kaki melangkah menyentuh
tanah,
dan sampai
kemudian menyentuh lagi, jadi terdiri
dari beberapa tahap, yaitu:
a) Tahap melangkah (drive)
Mata kaki
dan utut
diangkat pada saat titik
berat badan bergerak didepan
kaki yang menumpu,
dan mendorong pinggul ke depan. Kaki yang melangkah ditekuk dan
bergerak ke depan dan ke atas, ekstensi maksimum
dari kaki yang melangkah bersamaan dengan
gerak mengangkat paha dari kiri,
ekstensi tersebut ke depan
sampai
ke jari - jari kaki. Kedua lengan mengayun memberi imbangan
gerak terhadap kedua kaki, titik
maksimum gerakan ini bersamaan
pula dengan gerak dorong akhir, sehingga bila siku berada dititik jauh di belakang, lutut yang
satunya akan mencapai tinggi maksimum didepan badan,
ayunan tangan ke depan
kearah hidung serta ayunan ke
belakang agak
keluar
dengan siku ditekuk membuat
sudut kira - kira 90 derajat.
b) Kontak
(contact)
Kontak
dengan tanah
untuk lari jarak pendek
khususnya larijarak 100 meter berbeda
dengan lari jarak jauh dan menengah. Pada lari
jarak
jauh dan menengah
kontak terjadi saat
telapak kaki menyentuh tanah, sedangkan kontak pada saat lari jarak 100 meter
terjadi pada saat bola kaki menyentuh tanah.
c) Support
Pada saat yang sama lutut sedikit dibengkokan sebagai persiapan untuk
melangkah,
sedangkan
lutut yang lainya
ketika bergerak
kedepan terus dibengkokan
(jaga keseimbangan
dengan kecepatan) sampai ini
menjadi kaki tumpu (dibawah titik
berat badan), dan diteruskan bersama
dengan
pinggul bergerak kedepan pada
saat
rilek pada saat kaki
tumpu
menjadi
kaki
dorong. Ayunan kedua
tangan tetap ke arah hidung.
d) Tahap pemulihan (recovery)
Sekali gerak
melangkah itu selesai, sentuhan
pada tanah yang dibuat oleh tungkai
selesai juga,dan titik pusat berat badan tetap diproyeksikan
pada satu garis
lurus kedepan (bukan parabola), tungkai yang telah melangkah secara otomatis akan terangkat
ke belakang,
sedangkan tungkai yang lain ke depan dan mulailah
terbentuk tarikan yang aktif ketika tungkai mulai menyentuh tanah.
Tungkai belakang
membuat
gerakan
rotasi yang berulang ulang dan
lengan
berayun dengan arahyang
berlawanan.
Siklus
inidapat
disebut suatu gerakan rilek dalam saaat
melayang atau
tahap pemulihan.
2.7.2
Ayunan Lengan
Ayunan
lengan pada
lari jarak pendek
gerakannya lebih
keras di bandingkan dengan lari jarak menengah
dan jauh karena dipengaruhi
oleh kecepatan yang tinggi,
sehingga secara otomatis ayunan
lengan
akan lebih keras dan lebih tinggi juga frekwensinya
dan lebih banyak dibandingkan dengan lari jarak menengah dan jauh. Ayunan
tangan
harus kuat agar
keseimbangan titik
terganggu, ayunan tangan
ini mengarah ke depan hidung serta ayunan ke belakang agar keluar dengan
siku ditekuk membentuk sudut
90 derajat.
2.7.3
Kecondongan Badan
Pada
lari jarak pendek posisi badan condong ke depan,
tidak membungkuk dan
juga tidak membusungkan
dada, pandangan tidak terlalu jauh kedepan,
sebaiknya kurang lebih 5 sampai
10 meter ke depan (Adisasmita,
1992:40)
Namun
pada kenyataannya pada atlet kelas dunia,
seperti
Carl Lewis dan Ben Johnson, posisi badan tidak
condong kedepan, namun
cenderung
hampir tegak,
hal
ini bisa terjadi karena
dipengaruhi oleh kecepatan
lari yang sangat tinggi, sehingga secara otomatis badan
akan tegak dalam melakukan
lari jarak pendek 100 meter
tersebut.
2.7.4
Teknik Finish
Menguasai
teknis finish juga penting
bag atlet lari jarak
pendek, Karena
banyak atlet mengalami banyak
kekalahan
atau gagal mencapai
standart kualifikasi dikarenakan
kesalahan
teknis finish. Menyempurnakan kacakapan
lari
digaris finish yang
baikakan mempertajam
secara dramatis catatan waktu prestasi.
Menurut
Adisasmita (1992:42) ada
beberapa
cara yang dapat
dilakukan pelari
pada waktu melewati garis finish, diantaranya:
a) Lari
terus tanpa mengubah sikap lari
b) Dada dicondongkan
ke depan, tangan kedua-duanya diayunkan
ke bawah belakang, di Amerika
lazim disebut “thelunge” atau
merobohkan diri.
c) Dada diputar dengan ayunan tangan
ke depan atas, sehingga bahu sebelah
maju ke depan yang
lazim disebut“theshang”.
Cara yang paling baik untuk memasuki garis
finish adalah
dengan cara dada dicondongkan
ke depan, tangan diayunkan
ke belakang,
karena
cara ini paling efektif dan
biasa dilakukan oleh
atlet - atlet lari jarak pendek 100 meter. Jarak 20 meter terakhir dari
garis finish adalah merupakan
perjuangan untuk mencapai kemenangan
dalam suatu perlombaan
lari, kalah atau menang ditentukan disini. Maka perludi
perhatikan hal - hal sebagai berikut:
a) Percepat dan lebarkan langkah,
tapi
harus tetap relaks
b) Pusatkan
pikiran untuk mencapai finish
c) Jangan melakukan secara
bernafsu
sehingga menimbulkan ketegangan,
sebab ketegangan akan mengurangi
lebar
langkah yang
berakibat
mengurangi kecepatan
d) Jangan melihat lawan baik ke kiri maupun samping kanan.
e) Jangan melompat.
f) Jangan memperlambat langkah sebelum melewati garis
finish.
Dalam
lari sprint harus menggunakan
kekuatan dan tenaganya seefisien dan seekonomis
mungkin dalam usaha mencapai
kecepatan maksimum. Kecepatan adalah kemampuan organism atlet dalam melakukan
gerakan - gerakan dengan waktu yang sesingkat - singkatnya untuk mencapai
hasil yang sebaik - baiknya. (Suharno,1993:26). Menurut
Harsono (1989:216) kecepatan sebagai kemampuan
melakukan
gerakan - gerakan yang
sejenis secara berturut - turut dalam waktu yang sesingkat - singkatnya
atau kemampuan
untuk menempuh suatu jarak dalam
waktu
yang
sesingkat - singkatnya. Sedangkan menurut Sajoto (1995:19)
kecepatan adalah kemampuan
seseorang untuk mengerjakan
gerakan yang berkesinambungan dalam bentuk
yang
sama dalam waktu yang
sesingkat
singkatnya.
Kecepatan
juga sebagai
jarak persatuan waktu,
juga
diartikan sebagai kemampuan berdasarkan kemudahan gerak, proses sistim gerak dan
perangkat otot
untuk melakukan gerak
dalam
satuan waktu tertentu.
Kecepatan adalah hasil kerja suatu tenaga pada suatu
masa (Jonath.U,F
Haag, R. Krenpel;1987:20-21).
2.8 Faktor
Yang Mempengaruhi Kecepatan Lari
Pada
cabang olahraga atletik, khususnya pada nomor lari cepat (sprint ), kecepatan merupakan kunci dari
prestasi lari itu sendiri karena semakin tinggi kecepatan, maka catatan waktu
juga akan semakin baik. Menurut Bahagia (1999 :
11),menyatakan bahwa : “Tujuan utama lari adalah menempuh suatu jarak tertentu dengan waktu yang secepat mungkin.” Maka dari itu
untuk meningkatkan prestasi lari cepat (sprint) tentu saja harus meningkatkan kecepatan berlari.
Menurut komentar
beberapa ahli, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan dalam berlari. Selanjutnya untuk memudahkan dalam menganalisis faktor - faktor tersebut digolongkan menjadi faktor fisiologis dananatomis. Adapun
faktor fisiologis yang mempengaruhi kecepatan dalam berlari menurut para ahli antara lain: Kekuatan otot tungkai, daya ledak otot tungkai,
dan kelentukan otot tungkai.
Di samping faktor
fisiologis, ada beberapa faktor penunjang dalam usaha untuk meningkatkan
kecepatan lari. Menurut Sajoto (1988 : 3), salah satu faktor penunjang
tersebut adalah faktor anatomis atau postur tubuh yang meliputi : ukuran tinggi, panjang, besar, lebar, dan berat tubuh. Keunggulan dalam postur tubuh memang memberikan keuntungan tersendiri dalam olahraga. Dalam hal ini, Soekarman (1987) mengatakan, “Bobot
struktur tubuh yang sesuai dengan kemauan yang kuat merupakan modal
utama bagi olahragawan dan dibarengi oleh latihan - latihan fisik yang teratur dan intensif melalui dasar pembinaan olahraga yang baik sehingga terpadu untuk dapat mencapai dan meningkatkan prestasi
yang optimal.”
2.8.1 Tinggi Badan
Menurut Maksum (2007
:18), “Tinggi badan merupakan jarak vertikal dari lantai sampai kepala bagian atas atau
(ubun-ubun).” Pada hakekatnya tinggi badan adalah merupakan salah satu
aspek biologis dari manusia yang merupakan bagian dari struktur dan postur tubuh. Secara teknis postur tubuh
sangat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam aktifitas olahraga. Seperti yang
dikemukakan Sajoto(1988 : 3), Faktor penentu pencapaian prestasi olahraga dapat
dikelompokkan dalam empat aspek salah satunya yaitu aspek biologis yang meliputi
: Postur dan struktur tubuh yang terdiri dari ukuran tinggi badan, berat badan,
serta bentuk tubuh.
Pada cabang olahraga
atletik khususnya pada nomor lari, atlet yang mempunyai tinggi
badan lebih tinggi dan proporsional, akan sangat berpengaruh terhadap
pencapaian prestasi. Hal ini dibuktikan dengan fakta di lapangan, Usain
bolt pemegang rekor kecepatan lari sprint 100 meter putra saat
ini. Dengan tinggi badan mencapai 1,93 meter Bolt dapat menempuh jarak 100 meter dalam waktu 9,58 detik dalam kejuaraan IAAF World Championship ke-12 tahun 2009 di Berlin. Bolt berhasil mengalahkan pesaing terdekatnya Tyson Gay yang finish menempati tempat kedua dengan catatan waktu 9,71 detik. Perlu diketahui bahwa tinggi badan Tyson Gay adalah
1,73 meter. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan tinggi badan juga berpengaruh terhadap
prestasi yang diraih oleh seorang pelari.
2.8.2 Berat Badan
Berat badan menurut Maksum (2007 : 18)
adalah ukuran anthopometrik untuk menilai kondisi tubuh. Berat badan yang serung dianggap memperlambat gerak
seseorang ternyata mempunyai hubungan yang positif dengan kekuatan otot,
khususnya otot tungkai. Hal ini didukung dengan pendapat para pakar
mengenai keterkaitan antara berat badan dan kekuatan otot tungkai, antara lain :
Menurut Abdurrahman, (2011 : 24), “Berat
badan merupakan beban yang sangat baik dalam mengembangkan kekuatan,khususnya
kekuatan otot tungkai.”Maksum (2007 : 26) juga
menambahkan bahwa “ Kekuatan seseorang sangat berkaitan berat badan yang dimiliki.”
Abdurrahman
(2011:16) menyatakan bahwa : ”Individu yang merasa berat badan berlebih maka
pada setiap kegiatan fisik selalu menggunakan berat badan sebagai beban latihan
tambahan disamping beban kegiatan fisik yang dilakukan, dengan beban yang
yang lebih besar maka kekuatan otot tungkai akan beradaptasi dan
mengalami peningkatan.” Otot tungkai merupakan
otot yang paling berperan dalam lari cepat (sprint ), secara tidak langsung peningkatan kekuatan
otot tungkai seharusnya memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan berlari.
Namun berat badan yang berlebih tentu saja tidak disarankan untuk sprinter. Menurut Moeloek, (1984 : 8) menerangkan
bahwa : “seseorang yang mempunyai berat badan dan berlebih cenderung memiliki gerak yang lamban hal ini mungkin disebabkan oleh beban ekstra (berat badan) dan kurangnya
kelenturan tubuh pada saat melakukan gerakan.” Oleh karena itu penting
bagi seorang atlet lari cepat (sprint )
untuk menjaga berat badannya dalam kondisi ideal untuk mengoptimalkan performanya dalam meraih prestasi.
2.8.3 Panjang Tungkai
Tungkai adalah anggota gerak bagian bawah yang terdiri
dari paha, betis, dan kaki. Menurut (1982 : 85), Ukuran panjang tungkai adalah jarak
antara ujung tumit bagian bawah sampai dengan tulang pinggang. Tungkai merupakan organ yang paling berperan dalam lari cepat (sprint ), karena
pergerakan lari yang dihasilkan berasal dari kekuatan yang dihasilkan oleh otot tungkai. Menurut Bahagia (1999 :12), “Kecepatan berlari ditentukanoleh dua
aspek, yaitu panjanglangkah dan frekuensi langkah.”Tungkai pada tiap individu mempunyai ukuran yang
berbeda - beda sehingga berpengaruh terhadap perbedaan kecepatan lari tiap individu.
Menurut Sajoto (1988 : 111), menjelaskan bahwa “Otot betis yang lebih panjang rata - rata lebih kuat dibandingkan yang pendek”. Apabila seorang pelari memiliki otot yang lebih panjang tidak menutup kemungkinan lebih besar kekuatan otot yang dimiliki. Panjang otot sama pentingnya dengan
panjang tulang, semakin panjang otot semakin panjang
tulangnya, kemungkinan juga besar pula kekuatan yang dihasilkan . sehingga
panjang tungkai sangat diperlukan baagi seorang atlet.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka penelitian ini termasuk
jenis penelitian deskriptif korelasional, artinya
penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya hubungan antara satu
variabel dengan variabel yang lain. Mengenai metode deskriptif Sukmadinata
(2005:72) mengatakan bahwa: “Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena - fenomena yang ada, baik
fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia”. Selanjutnya Sudjana
(2001:64) berpendapat bahwa: “penelitian deskriptif adalah penelitian yang
berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada
saat sekarang”. Nazir (2009:54-55) juga menjelaskan bahwa: “Penelitian
deskriptif mempelajari masalah - masalah dalam
masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi - situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan, kegiatan - kegiatan, sikap -sikap, pandangan - pandangan, serta proses - proses yang sedang
berlangsung dan pengaruh - pengaruh dari suatu
fenomena”.
3.2 Rancangan Peneltian
Berdasarkan data pengamatan subjek yang
ada, kemudian diadakan penelitian untuk mencari factor - faktor yang menjadi
penyebab melalui pengumpulan data. Namun sebelumnya harus dibuat rancangan atau
desain penelitian agar memudahkan pelaksananan pengukuran yang dilaksanakan. Dalam
hal ini pengukuran lapangan menurut Arikunto (1991:41) bahwa: “Rancangan
penelitian atau desain penelitian adalah rancangan yang dibuat oleh peneliti,
sebagai ancang-ancang kegiatan yang akan dilaksanakan”. Jadi rancangan
penelitian ini yaitu mengukur panjang tungkai yang dihubungkan dengan kecepatan
lari 100 meter. Dalam rancangan ini langkah yang dilakukan adalah tes panjang
tungkai (X), dan tes kecepatan lari 100 meter (Y). sehingga data variable X
dapat dikorelasikan dengan variable Y. Adapun rancangan penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
![]() |
Keterangan: X = Pengukuran panjang tungkai
Y
= Pengukuran kecepatan lari 100 meter
3.3 Populasi dan Sampel
Menurut
Arikunto (2002:108) populasi
adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dibatasi
jumlah
subyek atau
individu paling sedikit mempunyai
sifat yang sama. Maksud dari pengertian di atas adalah bahwa
populasi adalah
suatu kelompok individu yang akan dijadikan obyek penelitian. Keseluruhan
dari individu - individu tersebut paling sedikit memiliki
sifat yang sama. Adapun
populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa STKIP Bina Bangsa Getsempena yang berjumlah 23 orang.
Sampel adalah sebagian dari populasi
yang dapat mewakili populasi. Menurut Arikunto (2002:109) yang
dimaksud dengan sampel adalah sebagian atau
wakil dari populasi yang
diteliti. bahwa
“apabila subjeknya kurang dari 100, lebik baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Table 1. Daftar angkatan
mahasiswa Penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh
No
|
Daftar Angkatan
penjaskesrek
|
Jumlah Orang
Perangkatan
|
1
|
Angkatan
2010
|
20
orang
|
2
|
Angkatan 2011
|
28
orang
|
3
|
Angkatan 2012
|
33
orang
|
4
|
Angkatan 2013
|
34
orang
|
5
|
Angkatan 2014
|
60
orang
|
|
Total
|
175
orang
|
Sumber:
Ketua Prodi Penjaskesrek
Berdasarkan
pendapat diatas maka teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling, dengan mengambil keseluruhan populasi.
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa STKIP
BBG Bnada Aceh angkatan
2011 yang berjumlah 28 orang.
3.4 Identifikasi Variabel
Variabel merupakan segala sesuatu
yang akan menjadi objek penelitian, sering juga variabel penelitian tersebut
diartikan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang
akan diteliti (Nazir, 2009:79).
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
3.4.1 Variabel Bebas (Independent Variable) adalah :
- Panjang tungkai
3.4.2 Variabel Terikat (Variable Dependent) adalah :
- Kecepatan lari 100 meter
3.4.3 Variabel kontrol adalah :
- Mahasiswa STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011 yang telah
lulus mata kuliah atletik dasar dsan lanjutan
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur panjang
tungkai dan mengukur kecepatan
lari 100 meter dengan menggunkan stop watch yang berhubungan dengan
veriabel yang diteliti.
3.5.1 Tes Pengukuran Panjang Tungkai
Pengukuran panjang tungkai dilakukan dengan menggunkan
alat meteran, adapun cara pengukuran panjang tungkai adalah sebagai berikut:
1. Peserta
tes melepaskan alas kaki yang dikenakan
2. Posisi
tubuh tegak, kaki lurus dan rapat serta peserta tes tidak bersandar
3. Pengukuran
dilakukan dari sebelah kiri atau kanan.
4.
Pengukuran
dilakukan mulai dari pangkal paha sampai ujung kaki.

Gambar
2. Pengukuran Panjang Tungkai.
3.5.2 Tes Kecepatan Lari 100 Meter
Tes lari 100 meter dilakukan dengan
membagi teste menjadi beberapa kelompok. Prosedur pelaksanaan tes kecepatan
lari (Widiastuti, 2011:49) adalah sebagai berkut:
a.
Tujuan
Tes ini
bertujuan untuk mengukur kecepatan lari 100 meter.
b.
Alat dan fasilitas
Lintasan
lurus, datar dan rata , tidak licin
berjarak 100 meter dan masih mempunyai lintasan lanjutan, bendera start, pluit,
tiang pancang, stopwatch, serbuk kapur, formulir, alat tulis.
c.
Petugas tes
1)
Juru keberangkatan, 2) Pengukur
waktu dan pencatat hasil
d.
Pelaksanaan
Sikap
permulaan peserta berdiri di belakang garis start. Gerakan: pada aba -aba “Siap” mengambil sikap start jongkok siap untuk
lari. Pada aba - aba “Ya” peserta lari secepat mungkin menuju garis
finish menempuh jarak 100 meter. Lari masih bisa di ulang apabila: pelari
mencuri start, pelari tidak melewati garis finish, pelari terganggu dengan
pelari yang lain. Pengukuran waktu dilakukan dari saat bendera diangkat sampai
pelari tepat melintas garis finish. Hasil yang dicatat adalah waktu yang
dicapai oleh pelari untuk menempuh jarak 100 meter, dalam satuan waktu detik.
![]() |
Gambar 3. Start
Jongkok Lari 100 Meter.
(Muller (2000:17)
3.6 Teknik
Analisis Data
Untuk mengetahui hubungan panjang tungkai terhadap kecepatan lari 100 meter
pada mahasiswa Stkip Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, maka data
yang diperoleh harus dianalisis dengan menggunakan rumus statistik. Adapun
langkah - langkah yang akan dilakukan adalah:
3.6.1 Menghitung
Nilai Rata - rata (Mean)
Menentukan nilai
rata - rata, penulis
menggunakan formula rata - rata dengan rumus yang
dikemukakan oleh Sudjana (2005: 67) sebagai berikut :





Ã¥ X = Jumlah
skor X
n
= Jumlah sampel penelitian
3.6.2 Menghitung
Standar Deviasi (SD)
Standar deviasi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (2005 : 94)
adalah sebagai berikut :
SD =

Keterangan : SD =
Standar Deviasi
Ã¥ X2 =
Jumlah skor X dikali X
Ã¥ X = Jumlah
skor X
n = Jumlah sampel penelitian
3.6.4 Perhitungan Koefisien Korelasi
Besarnya
kontribusi satu variabel X dengan variabel Y dapat dihitung dengan menggunakan
rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Sugiyono (2002:213) sebagai
berikut :

Keterangan : r =
Korelasi yang dihitung
N = Jumlah Sampel
N = Jumlah Sampel
xy = Jumlah product x dan y
3.6.6 Pengujian
Hipotesis
Yaitu
menggunakan rumus uji thitung (Riduwan, 2009:125) adalah sebagai
berikut:

Keterangan: thitung = Nilai t
r
= Nilai Koefisien Korelasi
n = Jumlah sampel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil serangkaian penelitian lapangan
yang dilakukan pada Mahasiswa STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh Angkatan
2011, diperoleh data penelitian berupa tes panjang tungkai dan tes kecepatan
lari sprint 100 meter. Data -data tersebut selanjutnya ditabulasikan ke
dalam tabel dan dapat disajikan sebagai berikut.
4.1.1 Hasil Tes Panjang Tungkai
Hasil
pengukuran panjang tungkai dengan menggunakan alat tes berupa meter,
diperoleh data penelitian sebagaimana terdapat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Hasil tes panjang tungkai
No
|
Nama Sampel
|
Hasil Tes (cm)
|
1
|
Misran
|
97
|
2
|
Frestian
|
91
|
3
|
Nasruddin
|
95
|
4
|
Taufik
|
100
|
5
|
Dedi Faisal
|
94
|
6
|
Murzawan
|
98
|
7
|
Syaukas
|
98
|
8
|
Fahrul Azmi
|
95
|
9
|
Taufikkurahman
|
95
|
10
|
Mursalin
|
94
|
11
|
Midun
|
95
|
12
|
Zulfanidar
|
90
|
13
|
Rida Susanti
|
95
|
14
|
Rosmawar
|
93
|
15
|
Siska
|
94
|
16
|
Sri Dewi Astuti
|
95
|
17
|
Sari Ramadan
|
90
|
18
|
Marlia Zahra
|
94
|
19
|
Samsul Amri
|
95
|
20
|
Amri
|
95
|
21
|
Amran Ali
|
92
|
22
|
Maskur
|
92
|
23
|
Sudarmansyah
|
100
|
24
|
Kamal Fasya
|
97
|
25
|
Rahmat Ikramullah
|
96
|
26
|
Fadhul Salim
|
97
|
Total
|
2467
|
4.1.2 Hasil
Tes Kecepatan Lari Sprint 100 Meter
Hasil tes keceatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek Getsempena Banda Aceh
angkatan 2011, diperoleh data penelitian sebagaimana terlihat dalam tabel di
bawah ini.
Tabel 3. Hasil
tes kecepatan lari sprint 100 meter
No
|
Nama Sampel
|
Hasil Tes (detik)
|
1
|
Misran
|
12.19
|
2
|
Frestian
|
14.35
|
3
|
Nasruddin
|
15.48
|
4
|
Taufik
|
16.51
|
5
|
Dedi Faisal
|
16.62
|
6
|
Murzawan
|
13.79
|
7
|
Syaukas
|
12.12
|
8
|
Fahrul Azmi
|
14.68
|
9
|
Taufikkurahman
|
14.7
|
10
|
Mursalin
|
13.45
|
11
|
Midun
|
12.15
|
12
|
Zulfanidar
|
21.6
|
13
|
Rida Susanti
|
17.35
|
14
|
Rosmawar
|
21
|
15
|
Siska
|
17.98
|
16
|
Sri Dewi Astuti
|
20.75
|
17
|
Sari Ramadan
|
21.66
|
18
|
Marlia Zahra
|
19.3
|
19
|
Samsul Amri
|
16.1
|
20
|
Amri
|
14.9
|
21
|
Amran Ali
|
17.2
|
22
|
Maskur
|
12.2
|
23
|
Sudarmansyah
|
12.25
|
24
|
Kamal Fasya
|
18.32
|
25
|
Rahmat Ikramullah
|
19.12
|
26
|
Fadhul Salim
|
16.58
|
Total
|
422.35
|
4.2 Analisis Data Penelitian
4.2.1 Analisis Rata - Rata Dan Standar Deviasi Tes
Panjang Tungkai
Berdasarkan
hasil tes panjang tungkai sebagaimana terdapat pada tabel 3, maka dapat
ditentukan nilai rata - rata dan standar deviasi sebagai berikut:


= 

= 101,80
Sd = 

Sd =

sd = 

Sd = 

Sd = 

Sd = 2,62
Hasil
analisis di atas, menggambatkan bahwa rata - rata panjang tungkai pada
mahasiswa penjaskesrek Getsempena Banda Aceh angkatan 2011 sebesar 101,80 cm
dengan standar deviasi sebesar 2,62.
4.2.2 Analisis Rata - Rata Dan Standar Deviasi Hasil Tes
Kecepatan Lari Sprint 100 Meter
Berdasarkan hasil tes kecepatan lari sprint 100 meter
sebagaimana terdapat pada tabel 3 di atas. Selanjutnya dapat ditentukan nilai
rata - rata dan standar deviasi sebagai berikut
Y = 



Y = 

Y = 16,24
Sd = 

Sd =

SD = 

Sd = 

Sd
=

Sd = 3,34
Hasil
perhitungan di atas, dapat dikemukakan bahwa rata - rata kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa
penjaskesrek Getsempena Banda Aceh angkatan 2011 adalah 16,24 detik,dengan
standar deviasi sebesar 3,34.
4.2.3 Analisis
Koefesien Korelasi
Untuk mengetahui terdapat atau tidak terdapatnya hubungan
antara panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada
mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkata 2011,
maka data - data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis dengan rumus koefesien
kolerasi product moment sebagai berikut :
Tabel 4. Hubungan
Panjang Tungkai (X) dengan Kecepatan Lari 100 Meter (Y)
No
|
Nama Sampel
|
X
|
Y
|
X2
|
Y2
|
X.Y
|
1
|
Adoe
|
97
|
12.19
|
9409
|
148.59
|
1182.43
|
2
|
Rian
|
91
|
14.35
|
8281
|
205.92
|
1305.85
|
3
|
Nasruddin
|
95
|
15.48
|
9025
|
239.63
|
1470.6
|
4
|
Taufik
|
100
|
16.51
|
10000
|
272.58
|
1651
|
5
|
Dedi
|
94
|
16.62
|
8836
|
276.22
|
1562.28
|
6
|
Iqbal
|
98
|
13.79
|
9604
|
190.16
|
1351.42
|
7
|
Syaukas
|
98
|
12.12
|
9604
|
146.89
|
1187.76
|
8
|
Fahrul Azmi
|
95
|
14.68
|
9025
|
215.5
|
1394.6
|
9
|
Taufikkurahman
|
95
|
14.7
|
9025
|
216.09
|
1396.5
|
10
|
Mursalin
|
94
|
13.45
|
8836
|
180.9
|
1264.3
|
11
|
Midun
|
95
|
12.15
|
9025
|
147.62
|
1315.75
|
12
|
Zulfanidar
|
90
|
21.6
|
8100
|
466.56
|
1944
|
13
|
Rida Susanti
|
95
|
17.35
|
9025
|
301.02
|
1648.25
|
14
|
Rosmawar
|
93
|
21
|
8649
|
441
|
1953
|
15
|
Dewi
|
94
|
17.98
|
8836
|
323.28
|
1690.12
|
16
|
Sri Astuti
|
95
|
20.75
|
9025
|
430.56
|
1971.25
|
17
|
Sari
|
90
|
21.66
|
8100
|
469.15
|
1949.4
|
18
|
Zahra
|
94
|
19.3
|
8836
|
372.49
|
1814.2
|
19
|
Samsul Amri
|
95
|
16.1
|
9025
|
259.21
|
1529.5
|
20
|
Amri
|
95
|
14.9
|
9025
|
222.01
|
1415.5
|
21
|
Ali
|
92
|
17.2
|
8464
|
295.84
|
1582.4
|
22
|
Tino
|
92
|
12.2
|
8464
|
148.84
|
1122.4
|
23
|
Sudarmansyah
|
100
|
12.25
|
10000
|
150.06
|
1225
|
24
|
Kamal Fasya
|
97
|
18.32
|
9409
|
335.62
|
1777.04
|
25
|
Rahmat Ikramullah
|
96
|
19.12
|
9216
|
365.57
|
1835.52
|
26
|
Fadhul Salim
|
97
|
16.58
|
9409
|
274.89
|
1608.26
|
Total
|
2467
|
422.35
|
234253
|
7140.4
|
40148.3
|







= 


Hasil
analisis data di atas, menunjukkan bahwa nilai koefesien korelasi (r) panjang
tungkai (X) dengan kecepatan lari sprint 100 meter (Y) pada mahasiswa
penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011adalah
sebesar 0,364.3. Pengujian Hipotesis
Pada
BAB I telah dikemukakan hipotesis H0= tidak terdapat hubungan antara panjang
tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek
STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, sedangkan H1= terdapat
hubungan antara panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada
mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011.
Berdasarkan hasil pengolahan data
tes panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa
penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, duiperoleh
nilai koefisien korelasi sebesar :0,36 sebagai r-hitung, sedangkan r-tabel pada
adalah 2,06.
Uraian
di atas menunjukkan bahwa hipotesis yang penulis rumuskan dapat diterima
kebenarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi (1990:302) yang menyatakan
bahwa: bilamana r yang kita peroleh sama dengan atau lebih besar dari pada
nilai r dalam tabel tersebut , maka nilai r yang kita peroleh itu signifikan”.
Untuk
membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan, dapat juga ditempuh dengan
menggunakan pengujian t-hitung. Dalam hal ini merupakan salah satu cara untuk
membuktikan kebenaran atau kedudukan suatu hipotesis penelitian. Jika t-hitung
lebih besar atau sama dengan t-tabel, maka hipotesis yang dirumuskan diterima
kebenarannya, sebaliknya jika t-hitung lebih kecil dari dari t-tabel, maka hipotesis
yang diajukan ditolak kebenarannya. Pengujian t-hitung dapat ditempuh dengan
menggunakan rumus dari Irianto (1988:54) sebagai berikut:





= 0,0077 x 6,12
= 2,20
Dari perhitungan di atas, diperoleh
nilai t-hitung sebesar = 02,20, sedangkan nilai t-tabel adalah 2,06. Artinya
nilai t-hitung t-hitung = 2,20 < nilai t-tabel 2,06. Uraian tersebut
menunjukkan bahwa hipotesis yang penulis rumuskan diterima kebenarannya. Dengan
demikian jelas bahwa adanya hubungan yang signifikan antara panjang otot
tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter pada mahaiswa
penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011”.
4.4. Pembahasan Penelitian
Berdasarkan
hasil penelitian dan pengolahan data tes hubungan panjang tungkai dengan
kecepatan lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina
Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan 2011, yang terdiri dari dua item tes
telah diperoleh hasil sebagaimana terlihat dalam pengujian hipotesis.
Untuk
memberikan interprestasi koefisien kerelasi menurut Sugiyono (2004:183) sebagai
tabel berikut:
Tabel 5. Untuk melihat hubungan variabel x dan y
Interval Koefisien
|
Tingkat Hubungan
|
0,00 - 0,199
|
Sangat Rendah
|
0,20 - 0,399
|
Rendah
|
0,40 - 0,599
|
Sedang
|
0,60 - 0,799
|
Kuat
|
0,80 -- 1,000
|
Kuat sekali
|
Seorang pelari spriint yang
memiliki panjang tungaki lebih tinggi dapat mempengaruhi kecepatannya dalam
berlari lebih cepat dibandingkan dengan pelari sprint yang tidak
memiliki panjang tungkai yang lebih tinggi. Disamping itu, panjang tungkai akan
mempengaruhi seorang pelari sprint untuk memperpanjang langkah dan
mempercepat irama langkah, karena kecepatan lari dihasilkan oleh panjang
langkah dan irama langkah. Panjang langkah dipengaruhi oleh panjang tungkai
sedangkan irama langkah dipengaruhi oleh power otot tungkai.
Dalam
melakukan olahraga apapun tidak pernah bisa terlepas dari kondisi fisik karena
ini merupakan syarat utama dalam olahraga faktor biologis hanya menambah
sedikit pengaruh sedangkan komponen fisik merupakan kubutuhan utama
olahragawan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tingkat
hubungan antara pajang tungkai terhadaap kecepataan lari sprint 100 meter dengan kontribusi sebesar 2,20 yang berada pada
katagori rendah.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah diperoleh dengan pengolahan serta analisis data dari penelitian yang
berjudul hubungan panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100 meter
pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh angkatan
2011, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : terdapat hubungan yang
signifikan antara panjang tungkai dengan kecepatan lari sprint 100
meter, hal tersebut ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar 0,36. Kecepatan
lari sprint 100 meter pada mahasiswa penjaskesrek STKIP Bina Bangsa
getsempena Banda Aceh berada pada katagori rendah.
5.2. Saran
Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian
ini, dapat dikemukakan saran - saran sebagai berikut:
- Dalam upaya peningkatan hendaknya para pelatih/ guru
pendidikan jasmani harus memperhatikan panjang tungkai atlet/ siswa
tersebut terdahulu baru diberikan latihan kekuatan otot tungkai.
- Kekuatan otot tungkai memang memberikan kontribusi
yang baik terhadap kemampuan lari, namun dengan memiliki panjang tungkai
yang baik ini juga akan memberikan kkontribusi yang besar bagi si pelari
dikarenakan langkah kakinya lebih jauh dibandingkan dengan yang memiliki
panjang tungkai yang lebih pendek.
- Agar olahraga atletik dapat lebih dikembangkan di Penjaskesrek
BBG Banda Aceh, terutama cabang lari karena olahraga ini mudah untuk
dilakukan dan tidak memakai biaya yang besar dan juga mahasiswa
Penjaskesrek sekarang memiliki panjang tungkai yang tinggi.
- Diharapkan agar untuk penelitian di masa - masa
mendatang jika ada peneliti yang ingin meneliti tentang lari supaya
memilih sampel penelitian adalah seorang atlet lari sehingga dapat
perbandingan antara hasil penelitian ini dan penelitian terhadap atlet
lari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar