Minggu, 06 Desember 2015

skripsi matematika ala pak cen

BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Dalam UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.20 tahun 2003 tercantum bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat , berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi  warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pembelajaran dispesifikasikan menjadi salah satu mata pelajaran yang memberikan kontribusi positif bagi pencerdasan kehidupan bangsa sekaligus turut memanusiakan bangsa indonesia dalam arti dan cakupnya yang lebih luas. Mata pelajaran tersebut adalah matematika.
Matematika merupakan ilmu dasar yang harus kita kuasai untuk bisa memahami ilmu lainnya. matematika adalah ilmu yang paling unik. Kemampuan dalam ilmu matematika secara tidak langsung menunjukkan kemampuan seseorang dalam berfikir, bertindak atau menentukan sesuatu. Matematika adalah ilmu pemahaman dan strategi, dimana konsentrasi dalam belajar sangat diperlukan. Tidak salah jika ketika kita menanyakan pendapat orang tentang matematika, matematika merupakan pelajaran yang paling sulit. Namun matematika bukan hanya perhitungan membagi, menjumlah, perkalian ataupun pembagian, lebih dari hal tersebut, matematika dapat menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari secara cepat sesuai langkah-langkah logis matematika, seperti halnya materi Peluang. Peluang adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari ketidakpastian. Ilmu ini awalnya dikembangkan dari permainan spekulasi, seperti permainan kartu remi dan pelemparan dadu.
Pada awalnya, teori peluang diaplikasikan untuk menentukan kemungkinan memenangkan suatu permainan judi. Setelah berkembang, teori ini diperlukan dalam penyelesaian masalah dalam berbagai bidang seperti meteorology, asuransi dan industry. Sebagai contoh, dalam proses pengeringan kue, kejadian cacat adalah kue pecah atau hancur. Kemungkinan kejadian cacat dalam periode produksi dapat dijelaskan dengan teori peluang. Bahkan teori peluang mendasari kebanyakan metode-metode statistik, yaitu suatu bidang matematika yang aplikasinya hamper meliputi setiap area kehidupan modern.
Mengingat begitu penting peranan matematika, telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika seperti mengadakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), seminar, pelatihan guru, penyempurnaan kurikulum dan lain-lain. Namun usaha ini belum memberikan hasil yang memuaskan hasil belajar matematika siswa masih rendah jika dibandingkan dengan hasil belajar mata pelajaran lain. Untuk membantu siswa dalam menguasai matematika. Salah satu yang dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika adalah guru seharusnya dapat memilih dan menggunakan  metode ataupun pendekatan pembelajaran yang tepat, sehingga siswa dapat memahami konsep matematika dengan baik  dan mampu mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan dari  konsep matematika tersebut.
Hasil pengamatan penulis dan wawancara dengan guru MAN 3 Banda Aceh, diketahui bahwa  kemampuan siswa dalam meyelesaikan soal-soal peluang kejadian masih rendah. Hal ini  ditandai dengan siswa belum mampu untuk memberikan argumentasi yang benar  dan jelas tentang soal-soal yang mereka jawab pada soal untuk mentukan peluang kejadian.  Keberanian untuk menyampaikan ide-ide dan argumentasi  yang benar  dan jelas masih kurang pada  waktu proses pembelajaran. Hal ini ditandai  dengan  siswa belum mampu  untuk membuat  langkah – langkah dalam menjawab soal-soal latihan.
Kondisi di atas terjadi karena dalam pembelajaran matematika konvensional  siswa jarang sekali diminta untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Dengan demikian perlu dicari beberapa alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu alternatif  dengan menerapkan pendekatan Mathematic Realistic. Mathematic Realistic merupakan teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda. Teori ini berangkat dari pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika seseorang memecahkan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran (Gravemeijer 2003: 1). Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha mereka sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang dilakukan dalam pembelajaran matematika adalah mengambil suatu permasalahan berdasarkan kenyataan, menjadikannya sebagai proses matematika, dan membawakannya lagi kepada kenyataan. Semua proses ini menuntun kepada pengertian matematika secara konseptual (conceptual matematization).
Dalam Mathematic Realistic dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita (Blum & Niss dalam Sutarto Hadi, 2005:19)
Oleh karena itu Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti akan melakukan suatu penelitian yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pendekatan  Matematika Realistik Pada Materi Peluang Siswa Kelas X Man 3 Banda Aceh.

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah:
1.      Apakah Mathematic Realistic dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi peluang kelas X MAN 3 Banda Aceh?
2.      Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan  dengan menggunakan pendekatan Mathematic Realistic pada mteri peluang lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan  konvensional kelas X MAN 3 Banda Aceh?

1.3     Tujuan Penelitian
       Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui apakah pendekatan pembelajaran Mathematic Realistic dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi peluang kelas X MAN 3 Banda Aceh?
2.      Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan Mathematic Realistic pada materi peluang lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan konvensional kelas X MAN 3 Banda Aceh?

1.4     Manfaat  Penelitian
Manfaat penelitian adalah:
1.         Untuk meningkatkan kemampuan dan minat belajar siswa dalam mempelajari matematika khususnya materi peluang.
2.         Sebagai bahan pertimbangan bagi guru khususnya guru matematika dalam mengembangkan proses pembelajaran dan pemilihan strategi belajar yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang maksimal.
3.         Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam bidang pendidikan dan sebagai bahan masukan bagi peneliti sebagai calon guru.

1.5     Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan sementara terhadap permasalahan dalam penelitian. Berdasarkan permasalahan di atas maka hipotesis dalam penelitian ini dapat nyatakan:
1.    Pendekatan matematika realistik yang digunakan guru dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada materi peluang dikelas X MAN 3 Banda Aceh.
2.    Peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik pada materi peluang lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajarkan  dengan pendekatan konvensional dikelas X MAN 3 Banda Aceh.
1.6     Definisi Operasiaonal
Untuk memudahkan memahami maksud dari keseluruhan penelitian ini, maka peneliti perlu memberikan penjelasan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.
1.         Pendekatan Mathematic Realistic merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang menempatkan realitas lingkungan siswa
sebagai titik awal pembelajaran, karena dengan menggunakan pendekatan
itu siswa akan dilatih untuk mengontruksikan pengalaman/pengetahuannya
dan mengaitkan konteks nyata yang dikenal siswa untuk mengontruksikan
pengetahuan matematika oleh siswa itu sendiri dengan pelajaran yang akan
dipelajari. Dengan menggunakan pendekatan semacam ini siswa akan
lebih cepat memahami apa yang sedang dipelajari, dan pelajaran yang
diperoleh akan lebih melekat dalam ingatan siswa.
2.         Prestasi belajar merupakan suatu hasil kemampuan yang dimiliki
seseorang sebagai proses belajar ataupun merupakan penguasaan
pengetahuan, keterampilan yang dikembangkan pada mata pelajaran yang
biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan guru.
3.         Peningkatan prestasi belajar adalah merupakan suatu hasil belajar siswa
berupa nilai/angka yang lebih tinggi dari pada nilai sebelumnya.















BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1     Tujuan Pembelajaran Matematika  SMA
Disetiap pendidikan pasti ada matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah atas bahkan sampai ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari bagi sains, perdagangan dan industri. Di samping matematika menyediakan suatu daya, alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigius serta berfungsi sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi (Jailani dalam Hamzah, 2008: 129) . Matematika sebagai salah satu ilmu yang harus dipelajari di setiap jenjang pendidikan tersebut mempunyai objek yang bersifat abstrak, sifat objek matematika yang abstrak pada umumnya dapat membuat materi matematika sulit ditangkap dan dipahami, akan tetapi hal tersebut seharusnya bukan menjadi alasan bagi siswa untuk takut terhadap pelajaran matematika, tetapi justru menjadikan siswa tertantang untuk selalu mempelajarinya. Pembelajaran matematika yang ada di sekolah diharapkan menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan bagi siswa dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan selalu termotivasi dan tidak merasa bosan dengan pembelajaran matematika. (Fitriati,2014:10).
Matematika sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan di SMA dan MAN mempunyai tujuan pengajaran tersendiri yang disebut tujuan kurikuler matematika. Untuk menjelaskan  tujuan pengajaran matematika di SMA dan MAN, maka alangkah lebih baik jika terlebih dahulu kita harus memahami tujuan mempelajari matematika seperti dikemukakan oleh Andi Hakim Nasution, yaitu sebagai berikut:
  1. Matematika dapat digunakan untuk mengetahui gejala-gejala alam.
  2. Dengan penggunaan metode matematika dapat diperhitungkan segala sesuatu dalam pengambilan keputusan.
  3. Matematika penting sebagai sains untuk perkembangan budaya bangsa.
  4. Matematika dapat digunakan dalam lapangan kerja.
  5. Matematika dapat menyampaikan ide-ide secara benar, tepat dan jelas kepada orang lain. (Andi Hakim Nasution, 1981:10)
Adapun tujuan umum pengajaran matematika di SMA dan MAN adalah seperti tercantum dalam kurikulum tahun 2004 adalah sebagai berikut:
  1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten.
  2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba – coba.
  3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
  4. Mengembangkan kemampuan meyampaikan informasi atau meng-komunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.(Depdikbud, 2004 : 216).
Sementara itu tujuan khusus pengajaran matematika di SMA dan MAN adalah:
Agar siswa memiliki kemampuan yang dapat digunakan melalui kegiatan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan kependidikan keperguruan tinngi serta mempunyai keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai pandangan yang luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin serta menghargai kegiatan matematika.(Ibid: 217).
2.2     Belajar dan Hasil Belajar
Menurut Ausubel belajar dikatakan bermakna jika informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitifnya sehingga siswa tersebut mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya (Ibid: 35). Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan kecakapan. Menurut Morgan belajar dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai  hasil latihan atau pengalaman (Rahma Johar, dkk., 2006 : 18).
Dalam hubungannya dengan belajar, maka Amirin dan Samsu Irawan (2000:43), mengatakan hasil belajar adalah kemajuan yang diperoleh seseorang dalam segala hal akibat dari belajar. Seseorang yang mempelajari suatu melalui proses pembelajaran telah mernperoleh hasil dari apa yang telah dipelajarinya, hasil maksimal yang diperoleh inilah yang dikatakan hasil belajar. Sudjana (2001:82), menjelaskan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Selanjutnya Djaali mendefinisikan matematika bahwa matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang ruang dan bilangan, ia sering dilukiskan sebagai suatu kumpulan sistem matematika yang mempunyai struktur tersendiri dan bersifat deduktif. Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur dan hubungannya yang teratur menurut aturan yang logik (Anonim,1991:59). Belajar matematika merupakan belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan diantara konsep dan struktur tersebut (Karso, 1994: 40).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa, dimana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam mempelajari matematika, sedangkan guru dalam mengajar harus pandai mencari pendekatan pembelajaran yang akan membantu siswa alam kegiatan belajarnya. Selanjutnya, dalam proses belajar mengajar matematika, pengajar seyogyanya memahami teori-teori tentang belajar dan penguasaan materi pengajaran harus dipenuhi oleh seorang pengajar sehingga belajar matematika bermakna bagi siswa. Proses belajar mengajar matematika akan terlihat bila terjadi interaksi dua arah antara pengajar/guru dan peserta didik/siswa. Hasil belajar matematika dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data yang menunjukkan sejauh mana tingkat kemampuan dan keberhasilan matematika siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

2.3              Pendekatan Mathematic Realistic
2.3.1        Landasan Filosofi Matematika Realistik
Landasan filosofi Pendidikan Matematika Realistik  adalah merupakan teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda. Teori ini berangkat dari pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika seseorang memecahkan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran (Gravemeijer 2003: 1). Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha mereka sendiri.
Fauzan (2002:35) menjelaskan bahwa, “proses pengembangan konsep dan ide matematika dimulai dari kehidupan nyata, dan menghubungkan solusi yang didapatkan, kembali kepada kehidupan nyata.” Sehingga dapat dikatakan bahwa yang dilakukan dalam pembelajaran matematika adalah mengambil suatu permasalahan berdasarkan kenyataan, menjadikannya sebagai proses matematika, dan membawakannya lagi kepada kenyataan. Semua proses ini menuntun kepada pengertian matematika secara konseptual (conceptual matematization).
Dalam Matematika Realistik dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Menurut Blum & Niss, dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Gravemeijer (1994: 84) menggambarkan kedua proses matematisasi sebagai berikut:
Sistem Matematika Formal

Bahasa
Matematika
Algoritma
Diselesaikan
Soal-soal Kontekstual
Diuraikan
 


                                  
  


                                                                 





Gambar 1. Matematisasi Horisontal dan Vertikal

Dalam matematisasi horisontal, siswa mulai dari soal-soal kontekstual, mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri, kemudian menyelesaikansoal tersebut. Dalam proses ini, setiap orang dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain. Dalam matematisasi vertikal, kita juga mulai dari soal-soal kontekstual, tetapi dalam jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung, tanpa bantuan konteks.

2.3.2   Definisi PMRI / (Matematika Realistik)
Secara garis besar PMRI atau Matematika Realistik adalah suatu teori pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar.

2.3.3   Ciri-Ciri PMRI
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Menggunakan masalah kontekstual, yaitu matematika dipandang sebagai kegiatan sehari-hari manusia, sehingga memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi atau dialami oleh siswa (masalah kontekstual yang realistik bagi siswa) merupakan bagian yang sangat penting.
2)      Menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (alat matematis hasil matematisasi horisontal).
3)      Menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah bimbingan guru.
4)      Pembelajaran terfokus pada siswa.
5)      Terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi kegiatan memecahkan masalah kontekstual yang realistik, mengorganisasikan pengalaman matematis, dan mendiskusikan hasil-hasil pemecahan masalah tersebut (Suryanto & Sugiman dalam Supinah, 2008: 16).

2.3.4   Pelaksanaan PMRI
Untuk dapat melaksanakan PMRI kita harus tahu prinsip-prinip yang digunakan PMRI. PMRI menggunakan prinsip-prinsip Matematika Realistik, untuk itu karakteristik Matematika Realistik ada dalam PMRI. Ada tiga prinsip kunci Matematika Realistik (Gravemeijer dalam Fauzan, 2008: 24-32), yaitu:
1.    Penemuan (kembali) secara terbimbing (guided reinvention)
Melalui topik-topik matematika yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses yang dilalui oleh para pakar matematika ketika menemukan konsep-konsep matematika.
2.    Fenomena didaktik (didactical phenomenology)
Topik-topik matematika yang diajarkan mesti dikaitkan dengan fenomena sehari-hari. Topik-topik ini dipilih dengan dua pertimbangan yaitu aplikasinya dan kontribusinya untuk perkembangan matematika lanjut.
3.    Pemodelan (emerging models)
Melalui pembelajaran dengan pendekatan Matematika Realistik, siswa mengembangkan model mereka sendiri sewaktu memecahkan soal-soal kontekstual. Pada awalnya, siswa akan menggunakan model pemecahan yang informal (model of). Setelah terjadi interaksi dan diskusi dikelas, salah satu pemecahan yang dikemukakan siswa akan berkembang menjadi model yang formal (model for). 
2.3.5   Karakteristik PMRI
Karakteristik Matematika Realistik merupakan karakteristik PMRI. (Van den Heuvel–Panhuizen dalam Supinah, 2008: 19-20), merumuskan karakteristik Matematika Realistik sebagai berikut:
1)        Prinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Si pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika.
2)        Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.
3)        Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.
4)        Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antaramateri-materi itu secara lebih baik.
5)        Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu serta menanggapinya.
6)        Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan terbimbing untuk menemukan (re-invent) pengetahuan matematika.
2.3.6   Konsepsi PMRI
Dikemukakan oleh Sutarto Hadi (2003: 2) bahwa teori PMRI sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (CTL). Namun baik konstruktivisme maupun pembelajaran kontekstual mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMRI suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika. Juga telah disebutkan terdahulu, bahwa konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar. Lebih lanjut berkaitan dengan konsepsi PMRI ini, Sutarto Hadi mengemukakan beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru dan pembelajaran yang mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru pendidikan, sehingga PMRI pantas untuk dikembangkan di Indonesia.
1)         Konsepsi PMRI tentang siswa adalah sebagai berikut:
a.       Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
b.      Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
c.       Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.
d.      Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
e.       Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematik.
2)          Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut:
a.       Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
b.      Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif.
c.       Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif terlibat pada proses pembelajaran dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan real.
d.      Guru tidak terfokus pada materi yang ada di dalam kurikulum, tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia real, baik fisik maupun sosial.

3)         Konsepsi PMRI tentang pembelajaran Matematika meliputi aspek-aspek berikut:
a.       Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ’real’ bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.
b.      Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.
c.       Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan atau permasalahan yang diajukan.
d.      Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.


2.4     Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika
Media pembelajaran adalah suatu alat yang dapat membantu siswa supaya terjadi proses belajar. Dengan menggunakan media pembelajaran diharapkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman nyata sehingga materi pembelajaran mudah dipahami, dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dapat mendorong siswa mengingat apa yang sudah dipelajari.
Menurut Estiningsih(1994) alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan cirri-ciri dari konsep yang dipelajari. Fungsi utama dari alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep, agar siswa mampu memahami arti dari konsep tersebut. Dengan melihat, meraba, memanipulasi obyek/alat peraga maka siswa mempunyai pengalaman dalam kehidupan sehari-hari tentang arti dari suatu konsep.
Banyak orang memandang bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang amat sulit, meskipun demikian semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari serta matematika merupakan ilmu pengetahuan yang merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang lain karena hampir semua bidang ilmu pengetahuan memerlukan matematika yang sesuai. Menurut Standar Isi Permendiknas Nomer 4 22 Tahun 2006, matematika mulai dipelajari di sekolah dasar, untuk itu agar siswa dapat memahami matematika dengan baik diperlukan pemahaman konsep dasar dalam matematika.
Menurut teori J. Piaget perkembangan kognitif seseorang dari bayi sampai dewasa terbagi atas empat tahap, yaitu:
1.    Tahap sensorik motorik(0 – 2 tahun)
2.    Tahap pra operasional (2 – 7 tahun)
3.    Tahap operasional konkrit (7 – 11 tahun)
4.    Tahap formal (lebih dari 11 tahun)
Berdasarkan teori Piaget tampak bahwa pada awal, anak belajar melalui hal-hal yang konkrit atau nyata dalam arti dapat diamati dengan menggunakan panca indera anak. Untuk memahami konsep matematika yang bersifat abstrak, anak memerlukan benda-benda konkrit.
Penelitian ini menggunakan alat peraga berupa pelambungan dadu dan pelemparan koin. Alat peraga dadu dan koin ini dapat membantu siswa dalam mempelajari materi peluang khususnya dalam menentukan peluang kejadiannya. Berdasarkan teori di atas, siswa SMA merupakan peralihan dari tahap operasional konkrit menuju ke tahap formal maka dalam membelajarkan matematika kepada siswa masih diperlukan azas peragaan agar pembelajaran menjadi bermakna dalam meningkatkan pemahaman dan daya tarik siswa untuk mempelajarai matematika.
2.5     Tinjauan Terhadap Materi Peluang
Penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti hanya meliputi cara menentukan suatu peluang kejadian yaitu percobaan, kejadian, titik sampel, ruang sampel dan frekuensi relatif. Adapun rangkumannya peneliti berpanduan pada beberapa buku paket yang ada dan referensi lainnya.
Ø Percobaan, Ruang Sampel dan Titik Sampel
Kegiatan mengetos uang logam dan mengetos dadu disebut percobaan. Dalam setiap percobaan, selalu ada hasil. Sebagai contoh, percobaan mengetos uang logam, hasilnya muncul sisi angka (A) atau sisi gambar (G).
Percobaan adalah suatu kejadian yang memberikan suatu hasil yang dapat diamati. Hasil yang diamati dalam suatu percobaan disebut hasil percobaan.Himpunan dari semua hasil yang mungkin untuk suatu percobaan disebut ruang sampel. Sebagai contoh, untuk percobaan mengetos uang logam, ruang sampel diberi notasi S (singkatan dari “sampel”) dapat dinyatakan sebagai :  S = {A, G}
Untuk percobaan mengetos dadu, ruang sampelnya dapat dinyatakan sebagai berikut :
S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
Tiap elemen dalam ruang sampel S disebut titik sampel. Titik-titik sampel untuk percobaan mengetos uang logam adalah A dan G. Titik-titik sampel untuk percobaan mengetos dadu adalah 1, 2, 3, 4, 5 dan 6.
Ø Menyatakan Ruang Sampel dari Suatu Percobaan
Untuk meyatakan ruang sampel dari suatu percobaan, semua hasil yang mungkin perlu terlebih dahulu didaftar. Hal ini dapat dilakukan menggunakan diagram pohon ataupun tabel.
a. Percobaan mengetos dua uang logam
–   Menggunakan tabel
A
G
A
AA
AG
G
GA
GG
Dengan demikian, ruang sampelnya adalah S = {AA, AG, GA GG}
b. Percobaan mengetos dadu dan kemudian uang logam
–  Menggunakan tabel

A
G
1
1A
1G
2
2A
2G
3
3A
3G
4
4A
4G
5
5A
5G
6
6A
6G
Dengan demikian, ruang sampelnya adalah S = {1A, 1G, 2A, 2G, 3A, 3G, 4A, 4G, 5A, 5G, 6A, 6G}
Suatu kejadian atau event, diberi notasi E, didefinisikan sebagai suatu himpunan bagian dari suatu ruang sampel. Suatu kejadian yang hanya memiliki sati titik sampel dalam S disebut kejadian sederhana. Dan suatu kejadian yang memiliki lebih dari satu titik sampel dalam S disebut kejadian majemuk.
Ø  Peluang Suatu Kejadian
Dalam percobaan mengetos satu keping uang logam, hasil percobaan yang mungkin muncul adalah muncul A atau G. Dalam suatu pengetosan, tidak dapat dipastikan apakah akan muncul A atau G. Untuk uang logam yang sempurna (homogeny, simetris dan tidak cacat) dapat diasumsikan bahwa kemungkinan muncul A atau G adalah sama. Untuk uang logam dittos sebanyak 100 kali, sisi A muncul kira-kira 50 kali.
Ketika dilakukan pengetosan uang logam sebanyak n kali dan akan diamati salah satu sisinya, misalnya sisi A, jika sisi A muncul k kali dalam n kali percobaan maka harga  disebut frekuensi relatif. Jika n makin besar maka harga  akan mendekati suatu harga mantap, yaitu  . Harga mantap inilah yang merupakan dasar dari teori peluang. Dengan demikian, dalam pengertian peluang, selalu diambil asumsi dasar bahwa kemungkinan muncul salah satu elemen dalam ruang contoh S adalah sama dengan kemungkinan muncul elemen lainnya.
Pada percobaan mengetos sekeping uang logam, sisi uang logam ada dua, yaitu A dan G. Sesuai dengan asumsi dasar, kemungkinan muncul A sama dengan kemungkinan muncul G sehingga :
P (A) = P (G)
Pada percobaan mengetos sebuah dadu mata enam, yaitu mata 1, 2, 3, 4, 5 dan mata 6. Sesuai dengan asumsi dasar, kemungkinan muncul salah satu mata dadu sama dengan kemungkinan muncul mata dadu lainnya, sehingga :
P(1) = P(2) = P(3) = P(4) = P(5) = P(6)
Jika suatu kejadian E dapat terjadi dengan k cara sedangkan semua kemungkinan dari hasil percobaan dapat terjadi dengan n cara maka peluang dari kejadian E, diberi notasi P(E) adalah :
P(E) =
Ø Menentukan Peluang Suatu Kejadian
 Adapun langkah-langkah untuk menetukan nilai peluang suatu kejadian adalah sebagai berikut :
1.      Menuliskan ruang sampel dari percobaan yang dilakukan
2.      Menuliskan himpunan yang berhubungan dengan kejadian
3.       Menentukan nilai peluang suatu kejadian
Contoh
Dari pengetosan dua buah dadu, tentukan peluang munculnya mata dadu yang berjumlah 6.
Penyelesaian :
Menuliskan ruang sampel dari percobaan yang dilakukan
1.      Untuk menyatakan ruang sampel dari percobaan ini perlu terlebih dahulu didaftar semua hasil yang mungkin. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tabel.
1
2
3
4
5
6
1
(1,1)
(1,2)
(1,3)
(1,4)
(1,5)
(1,6)
2
(2,1)
(2,2)
(2,3)
(2,4)
(2,5)
(2,6)
3
(3,1)
(3,2)
(3,3)
(3,4)
(3,5)
(3,6)
4
(4,1)
(4,2)
(4,3)
(4,4)
(4,5)
(4,6)
5
(5,1)
(5,2)
(5,3)
(5,4)
(5,5)
(5,6)
6
(6,1)
(6,2)
(6,3)
(6,4)
(6,5)
(6,6)
Maka, n(S) = 36

2.     Menuliskan himpunan yang berhubungan dengan kejadian
E = {((1,6), (2,5), (3,4), (4,3), (5,2), (6,1)}
n(E) = 6
3.     Menentukan nilai peluang suatu kejadian
P(E) =  =  =
Maka nilai peluang munculnya mata dadu yang berjumlah 6 adalah
Ø  Frekuensi Harapan Suatu Kejadian
Frekuensi harapan suatu kejadian (diberi notasi F(E)) didefinisikan sebagai hasil kali banyak percobaan (n kali) dan peluang kejadian akan terjadi dalam suatu percobaan, P(E). Secara matematis diberikan oleh
F(E) = n x P(E)
Contoh
Misalkan dilakukan percobaan menarik secara acak sebuah kartu dari satu set kartu remi, kemudian mengembalikannya (satu set kartu remi terdiri dari 52 kartu). Tentukan frekuensi harapan yang terambil adalah kartu As jika percobaan dilakukan 78 kali.


Penyelesaian
Peluang kejadian E akan dihitung dahulu, yaitu terambilnya sebuah kartu As dari satu set kartu remi.
Banyak elemen ruang sampel S, n(S) = 52
Banyak kartu As ada empat, n(E) = 4
Peluang kejadian terambil kartu As, diberikan oleh
P(E) =   =    =
Frekuensi harapan yang terambil kartu As dalam 78 kali percobaan adalah
F(E) = n x P(E)
= 78 x
= 6
Rangkuman:
·           Percobaan adalah suatu kejadian yang memberikan suatu hasil yang dapat diamati. Hasil yang diamati dalam suatu percobaan disebut hasil percobaan.
·           Himpunan dari semua hasil yang mungkin untuk suatu percobaan disebut ruang sampel.
·           Untuk mengetahui himpunan semua ruang sampel dapat dilakukan dengan menggunakan tabel atau diagram pohon.
·           Peluang kejadian E, dinotasikan P(E) dinyatakan sebagai, P(E) =
·           Frekunsi harapan, dinotasikan F(E) dinyatakan sebagai, F(E) = n x P(E)
2.6      Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik  pada Materi Peluang
Pembelajaran materi pecahan ini dapat dimulai dengan memanfaatkan lingkungan sekeliling siswa untuk menyebutkan atau memilih benda-benda yang bisa dijadikan untuk contoh dalam menentukan peluang suatu kejadian, contohnya dadu dan dan uang logam. Pembelajaran dengan pendekatan Matematika Realistik ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan lingkungan alamiah siswa untuk memudahkan siswa dalam belajar.
Pada pendekatan Matematika Realistik  ini terdapat lima langakh pembelajaran, yaitu:
Langkah 1. Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual (soal) peluang mngenai dugaan munculnya suatu kejadian. Kemudian meminta siswa untuk memahami masalah yang diberikan tersebut. Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami oleh siswa, guru memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa. Karakteristik Matematika Realistik yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.
Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa mendeskripsikan soal yang telah diberikan tadi, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada soal tersebut, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah soal dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik Matematika Realistik yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model.
Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka secara berkelompok, selanjutnya membandingkan dan mendiskusikan pada diskusi kelas. Pada tahap ini, dapat digunakan siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya meskipun pendapat tersebut berbeda dengan lainnya.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga yaitu menggunakan kontribusi siswa (students constribution) dan karakteristik keempat yaitu terdapat interaksi (interactivity) antara siswa dengan siswa lainnya.
Langkah 4. Menyimpulkan
Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan pada siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur yang terkait dengan masalah realistik yang diselesaikan. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah adanya interaksi (interactivity) antara siswa dengan guru (pembimbing).
2.7     Efektivitas
Dalam kamus Inggris-Indonesia (dalam Budiono, 2000:96), efektivitas berasal dari kata “effective”, yang artinya “berhasil” atau “ditaati”. Efektivitas (berjenis kata benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2003:284) yang disusun oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan nasional, efektif adalah: (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruh, kesannya), (2) manjur atau mujarab, (3) dapat membawa hasil; berhasil guna, (4) mulai berlaku.
Sementara itu menurut Hamdani (2011:55) cara mengukur efektivitas adalah menentukan tranferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan strategi tertentu daripada strategi yang lain, strategi itu lebih efektif. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau skill yang dipelajari lebih besar dicapai melalui strategi tertentu dibandingkan strategi lain, strategi tersebut lebih efektif untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa pengertian efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan Matematika Realistik  merupakan salah satu tipe pembelajaran terkait dengan dunia nyata dimana dalam pendekatan pembelajaran ini menekankan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah yang memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Penekanan efektifitas pada penelitian ini adalah sejauh mana pendekatan Matematika Realistik  pada pembelajaran matematika di Kelas X MAN dapat meningkatkan pencapaian akhir hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik    dikatakan efektif jika aspek di atas terpenuhi, dengan syarat ketuntasan hasil belajar siswa terpenuhi.





BAB III
METODE PENELITIAN

3.1     Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik  terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar matematika siswa. Untuk mencapai tujuan itu maka penulis mengambil jenis penelitian yaitu penelitian eksperimen. Menurut Lufri (2007:60) mengungkapkan bahwa “Penelitian eksperimen adalah penulisan yang mengadakan perlakuan (manipulasi) terhadap variabel penulisan (variabel bebas) menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas control”
Desain penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu Pretest-posttest control group design. Penelitian ini melibatkan dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diajarkan dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik, sedangkan untuk kelas kontrol diajarkan dengan menggunakan pendekatan konvensioal. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Grup
Tes Awal
Treatment
Tes Akhir
Eksperimen
O1
X
O2
Kontrol
O3
-
O4
Sumber: Rancangan Penelitian
Keterangan:                        
 X  = Pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education
O1 dan O2 = Nilai tes awal dan tes akhir kelas eksperimen
O3 dan O4         = Nilai tes awal dan tes akhir kelas kontrol

3.2     Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MAN 3 Banda Aceh. Peneliti memilih MAN 3 Banda Aceh sebagai tempat penelitian karena telah mengadakan pengamatan terhadap keadaan sekolah sehingga dapat mempermudah proses penelitian yang akan dilakukan.
Waktu yang dibutuhkan peneliti dalam melakukan penelitian adalalah sebanyak 2 minggu dengan 8 kali pertemuan dengan rentang waktu dari tanggal 4 Mai – 14 Mai 2015.
3.3     Populasi dan Sampel
Menurut Arikunto (2006:130) ”Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X MAN Tahun Pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 5 kelas yaitu: X IPA 1, X IPA 2, X IPA 3, X IPS 1, dan  X IPS 2. Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto:2002). Sampel yang dipilih haruslah representative yaitu menggambarkan keseluruhan karakteristik dari suatu populasi. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan maka dibutuhkan satu kelas sampel, untuk menentukan keefektifan pendekatan yang dipakai.
Mengingat populasi yang terlalu banyak, sampel diambil dua kelas dengan tingkat kemampuan yang sama (homogen). Setelah dilakukan wawancara dengan guru matematika di MAN 3 Banda Aceh, maka diperoleh sampel penelitian yaitu kelas  X IPS 1 yang berjumlah 25 siswa sebagai kelas eksperimen yang di ajarkan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan Matematika Realistik  dan kelas X IPS 2 yang berjumlah 27 siswa sebagai kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Peneliti memilih  kelas tersebut dikarnakan kemampuan siswa-siswanya masih  memiliki  tingkat kemampuan rendah dalam pemecahan masalah pada materi peluang maka peneliti ingin mencoba meningkatkan pemampuan pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan pendekatan  Matematika Realistik.
3.4     Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1.    Tes
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan  teknik pengumpulan data berupa tes. Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan (Suharsimi Arikunto, 2003:52). Dalam hal ini digunakan dua kali tes yaitu tes awal dan tes akhir
a.    Tes Awal
Tes awal diberikan kepada siswa sebelum dimulai kegiatan belajar-mengajar. Tes awal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum pendekatan Matematika Realistik diterapkan.
b.    Tes Akhir
Tes akhir yaitu tes yang diberikan kepada siswa setelah berlangsung proses pembelajaran. Tes akhir ini bertujuan untuk melihat hasil belajar siswa terhadap materi peluang dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik.

3.5     Instrumen Pengumpulan Data
Untuk mempermudah dalam pengumpulan data dan analisis data, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen penelitian yaitu:
3.5.1        Lembar Tes
Tes digunakan berbentuk essay yang dibuat oleh peneliti setelah terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru bidang studi. Lembar tes hasil belajar yang berbentuk soal tes tertulis yang terdiri dari soal tes awal dan tes akhir. Soal tes awal dan tes akhir dalam bentuk soal essay yang masing-masing lima butir soal.
3.6      Teknik Analisis Data
Tahap analisis data merupakan tahap yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena pada tahap inilah peneliti dapat menjawab permasalahan penelitian yang telah dirumuskan. Setelah semua data terkumpulkan, maka untuk mendeskripsikan data penelitian dapat dilakukan perhitungan yang sesuai, maka dalam penelitian ini teknik data yang digunakan adalah teknik data kuantitatif.
3.6.1                  Data Hasil Belajar Siswa
3.6.1.1            Analisis Tes Hasil Belajar
Seorang siswa dikatakan tuntas belajar secara individual apabila nilai yang diperoleh sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan di MAN 3 Banda Aceh sebesar 76, sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas secara klasikal jika 85% siswa tuntas secara individu. Data yang digunakan untuk menganalisis ketuntasan hasil belajar adalah tes akhir. Jadi untuk menyimpulkan bahwa siswa dikatakan tuntas belajar secara individu bila memiliki daya serap 76, sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas belajar secara klasikal apabila mencapai 85% siswa dikelas tersebut telah tuntas belajar. Jawaban tes digunakan untuk melihat ketuntasan hasil belajar (fitriati, 2014:39).
Data yang sudah dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari tes awal (Pre-Test) dan tes akhir (Post-Test) pada pokok bahasan peluang dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik.
3.6.1.2            Analisis Perbandingan Tes Hasil Belajar Menggunakan pendekatan Matematika Realistik dengan Pendekatan Konvensional

Untuk pengolahan data tentang perbandingan tes hasil belajar siswa dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik  dan dengan menggunakan pembelajaran konvensional dapat dianalisis dengan menggunakan uji-t.
Langkah-langkah yang digunakan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
1.      Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat bahwa data yang diperoleh merupakan sebaran secara normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data digunakan uji chi kuadrat ( Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji normalitas adalah sebagai berikut:
a)      Sudjana mengemukakan langkah-langkah untuk membuat daftar distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang sama yaitu:
1)        Menentukan rentang (R) ialah data terbesar dikurangi data terkecil
2)        Menentukan banyak kelas interval dengan menggunakan aturan sturges yaitu: banyak kelas = 1 + (3,3) log n
3)        Menentukan panjang kelas interval (p) dengan rumus:                                    
P =
4)        Memilih ujung kelas bawah pertama, untuk ini bisa diambil data sama dengan data terkecil atau data yang terkecil tetapi selisihnya harus dikurangi data panjang kelas yang ditentukan (sujdana, 2005:47).
b)      Menghitung rata-rata tes awal dan tes akhir, digunakan rumus (sujdana, 2005:47): 
             
Keterangan :
                    = rataan
            xi         = data ke i
            fi          = frekuensi data ke i
   = ukuran data (sujdana, 2005:47)..
c)      Menghitung varians tes awal dan tes akhir dapat digunakan rumus (ibid, 94):
Keterangan:   
n          = Banyak sampel
S2         = Varians
S          = Simpangan baku
fi          = Frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas interval
xi         = Tanda kelas interval

d)     Menghitung chi-kuadrat ( ) menurut Sudjana dengan rumus (ibid:273):
Keterangan:
       = Statistik Chi-kuadrat
Oi         = frekuensi Observasi
Ei         = frekuensi yang diharapkan
k          = banyak data.
Langkah berikutnya adalah membandingkan hitung dengan tabel dengan taraf signifikan  dan derajat kebebasan (dk) = k-3, jika  maka data berdistribusi normal, jika sebaliknya maka data tidak berdistribusi normal.
2.        Uji Homogenitas
Fungsi uji homogenitas adalah untuk mngetahui apakah sampel ini berasal dari populasi dengan varians yang sama, sehingga hasil dari penelitian ini berlaku pada populasi. Untuk menguji kesamaan varians kedua sampel menggunakan langkah-langkah sebagai berikut (ketut budayasa, 2002:17).
a)        H0:  (tidak terdapat perbedaan antara varians kelas eksperimen dengan varians kelas kontrol)
b)        H1:    (ada perbedaan antara varians kelas eksperimen dengan varians kelas kontrol)
c)        Tetapkan α
d)       Kriteria penolakan H0
Tolak H0 bila:
F ≥   dengan F = , dimana
atau F ≥   dengan F = , dimana
Dengan v1 = n1-1, v2 = n2-1.
e)        Menghitung statistik F
f)         Kesimpulan
g)        Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis yang telah di rumuskan tentang apakah hasil belajar siswa yang diajarkan dengan  menggunakan pendekatan Matematika Realistik lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1)        Merumuskan H0
2)        Merumuskan H1
3)        Menetapkan nilai tingkat signifikan (α)
4)        Menetapkan kriteria penolakan H0 dan menentukan statistik yang sesuai
Jika   (varians sama)
 dengan ,

Keterangan:
 = rata-rata hasil belajar siswa yang diajarkan dengan dengan  menggunakan pendekatan Matematika Realistik
 = rata-rata hasil belajar siswa yang diajarkan dengan dengan  menggunakan pembelajaran konvensional
 =  jumlah sampel kelas eksperimen
 =  jumlah sampel kelas kontrol
S   =  varians gabungan
     =  varians kelompok eksperimen
     =  varians kelompok kontrol (sujdana:239)
Derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2. Kriteria pengujian adalah terima Ho jika  dan tolak Ho untuk harga-harga t lainnya (ibid:243).
Jika varians tidak sama)
Keterangan:
  = rata-rata hasil belajar siswa yang diajarkan dengan dengan  menggunakan pendekatan  Matematika Realistik education (RME)
  = rata-rata hasil belajar siswa yang diajarkan dengan dengan  menggunakan pembelajaran konvensional
  = jumlah sampel kelas eksperimen
 =  jumlah sampel kelas kontrol
S   = varians gabungan
     = varians kelompok eksperimen
      = varians kelompok kontrol (ibid:241)

5)   Menghitung nilai statistik yang digunakan berdasarkan data-data sampel
6)   Menarik kesimpulan ( H0 diterima atau H0 ditolak).









DAFTAR PUSTAKA
Hadi, S. [2005]. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Tulip
Armanto, D. [2002]. Teaching Multiplication and Division Realistically in Indonesia Primary Schools: a prototype of local instruksional theory. disertai dokter, University of Twente.

Depdiknas. [2003]. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Standar kkompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah  Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas

Utami. D. A., Pendekatan Realistik Mathematic Education (RME) Berbasis Pemecahan Masalah Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika. (wikipedia) diakses melalui https://www.google.com/search?q=proposal+RME&ie=utf-8&oe=utf-8#q=proposalmeningkat+kemampuan+pemecahan+masalah+melalui+pendekatan+RME+pada+materi+pecahan. 2013

Dantes, Nyoman. [2012]. Metode Penelitian. Yogyakarta: ANDI

Ketut Budayasa, Statistik, Universitas Negeri Surabaya: Pendidikan Matematika, 2002.
Depdiknas. [2000]. UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Blum, Niss,& Hadi, S. [2005]. Realistik Matematika Education.
Fitriati. [2014]. Pembelajaran Matematika SMP. Banda Aceh.
Mendikbud. [2014]. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Dekdikbud.

Rahma Johar, dkk.,[ 2006]. Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Sudjana.[2002]. Metoda Statistik, Bandung:Tarsito.
Suryanto & Sugiman dalam Supinah. [2008]. Ciri-ciri PMRI. Jakarta
Van den Heuvel-Panhuizen dalam supinah. [2008]. Karakteristik PMRI. Jakarta.
Permendiknas. [2006]. Pembelajaran Matematika. Jakarta: Balitbang Permendiknas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar