BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam
UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.20 tahun 2003 tercantum
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat , berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Pembelajaran dispesifikasikan menjadi salah satu mata
pelajaran yang memberikan kontribusi positif bagi pencerdasan kehidupan bangsa
sekaligus turut memanusiakan bangsa indonesia dalam arti dan cakupnya yang lebih
luas. Mata pelajaran tersebut adalah matematika.
Matematika
merupakan ilmu dasar yang harus kita kuasai untuk bisa memahami ilmu lainnya.
matematika adalah ilmu yang paling unik. Kemampuan dalam ilmu matematika secara
tidak langsung menunjukkan kemampuan seseorang dalam berfikir, bertindak atau
menentukan sesuatu. Matematika adalah ilmu pemahaman dan strategi, dimana
konsentrasi dalam belajar sangat diperlukan. Tidak salah jika ketika kita
menanyakan pendapat orang tentang matematika, matematika merupakan pelajaran
yang paling sulit. Namun matematika bukan hanya perhitungan membagi, menjumlah,
perkalian ataupun pembagian, lebih dari hal tersebut, matematika dapat
menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari secara
cepat sesuai langkah-langkah logis matematika, seperti halnya materi Peluang. Peluang
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari ketidakpastian. Ilmu ini awalnya
dikembangkan dari permainan spekulasi, seperti permainan kartu remi dan
pelemparan dadu.
Pada
awalnya, teori peluang diaplikasikan untuk menentukan kemungkinan memenangkan
suatu permainan judi. Setelah berkembang, teori ini diperlukan dalam
penyelesaian masalah dalam berbagai bidang seperti meteorology, asuransi dan
industry. Sebagai contoh, dalam proses pengeringan kue, kejadian cacat adalah
kue pecah atau hancur. Kemungkinan kejadian cacat dalam periode produksi dapat
dijelaskan dengan teori peluang. Bahkan teori peluang mendasari kebanyakan
metode-metode statistik, yaitu suatu bidang matematika yang aplikasinya hamper
meliputi setiap area kehidupan modern.
Mengingat begitu penting peranan matematika, telah banyak
usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
matematika seperti mengadakan Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP), seminar, pelatihan guru, penyempurnaan kurikulum
dan lain-lain. Namun usaha ini belum memberikan hasil yang memuaskan hasil
belajar matematika siswa masih
rendah jika dibandingkan dengan hasil belajar mata pelajaran lain.
Untuk membantu siswa dalam menguasai matematika. Salah
satu yang dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika adalah guru seharusnya
dapat memilih dan menggunakan metode ataupun
pendekatan pembelajaran yang tepat,
sehingga siswa dapat memahami konsep matematika dengan baik dan
mampu mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan
gagasan dari konsep matematika tersebut.
Hasil pengamatan penulis dan wawancara dengan guru MAN 3
Banda Aceh, diketahui bahwa kemampuan siswa dalam meyelesaikan soal-soal peluang
kejadian masih rendah. Hal
ini ditandai dengan siswa belum mampu
untuk memberikan argumentasi yang benar
dan jelas tentang soal-soal yang mereka jawab pada soal untuk
mentukan peluang kejadian. Keberanian untuk menyampaikan ide-ide dan
argumentasi yang benar dan jelas masih kurang pada waktu proses pembelajaran. Hal ini ditandai dengan
siswa belum mampu untuk
membuat langkah – langkah dalam menjawab soal-soal latihan.
Kondisi di atas terjadi karena dalam pembelajaran matematika konvensional siswa jarang sekali diminta untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Dengan
demikian perlu dicari beberapa alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu alternatif dengan menerapkan pendekatan Mathematic Realistic. Mathematic
Realistic merupakan teori
pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda. Teori ini berangkat dari
pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus
dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari
sifat matematika seseorang memecahkan masalah, mencari masalah, dan
mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran (Gravemeijer 2003: 1).
Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima
pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus diarahkan pada
penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan
kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha mereka sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang dilakukan dalam
pembelajaran matematika adalah mengambil suatu permasalahan berdasarkan
kenyataan, menjadikannya sebagai proses matematika, dan membawakannya lagi
kepada kenyataan. Semua proses ini menuntun kepada pengertian matematika secara
konseptual (conceptual matematization).
Dalam Mathematic Realistic dunia nyata digunakan sebagai
titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Dunia nyata adalah
segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain
matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita (Blum &
Niss dalam Sutarto Hadi, 2005:19)
Oleh karena itu Pembelajaran
matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa
dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan
kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu,
diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
Berdasarkan permasalahan di atas,
peneliti akan melakukan suatu penelitian yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada Materi Peluang
Siswa Kelas X Man 3 Banda Aceh.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah:
1.
Apakah Mathematic Realistic dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi peluang kelas X MAN 3
Banda Aceh?
2. Apakah kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan Mathematic
Realistic pada mteri peluang lebih baik dari pada kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan
pendekatan konvensional kelas X MAN 3
Banda Aceh?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui apakah pendekatan pembelajaran Mathematic Realistic dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi peluang kelas X MAN 3
Banda Aceh?
2. Untuk
mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan Mathematic Realistic pada
materi peluang lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan konvensional kelas X MAN 3 Banda
Aceh?
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian adalah:
1.
Untuk
meningkatkan kemampuan dan minat belajar siswa dalam mempelajari matematika
khususnya materi peluang.
2.
Sebagai
bahan pertimbangan bagi guru khususnya guru matematika dalam mengembangkan
proses pembelajaran dan pemilihan strategi belajar yang tepat untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang maksimal.
3.
Untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam bidang pendidikan dan
sebagai bahan masukan bagi peneliti sebagai calon guru.
1.5 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan sementara
terhadap permasalahan dalam penelitian. Berdasarkan permasalahan di atas maka hipotesis
dalam penelitian ini dapat nyatakan:
1.
Pendekatan matematika
realistik yang digunakan guru dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
pada materi peluang dikelas X MAN 3 Banda Aceh.
2.
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar
siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik pada
materi peluang lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional dikelas X MAN 3 Banda Aceh.
1.6 Definisi
Operasiaonal
Untuk memudahkan
memahami maksud dari keseluruhan penelitian ini, maka peneliti perlu memberikan
penjelasan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.
1.
Pendekatan Mathematic Realistic merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang menempatkan realitas lingkungan siswa
sebagai titik awal pembelajaran, karena dengan menggunakan pendekatan
itu siswa akan dilatih untuk mengontruksikan pengalaman/pengetahuannya
dan mengaitkan konteks nyata yang dikenal siswa untuk mengontruksikan
pengetahuan matematika oleh siswa itu sendiri dengan pelajaran yang akan
dipelajari. Dengan menggunakan pendekatan semacam ini siswa akan
lebih cepat memahami apa yang sedang dipelajari, dan pelajaran yang
diperoleh akan lebih melekat dalam ingatan siswa.
pendekatan pembelajaran yang menempatkan realitas lingkungan siswa
sebagai titik awal pembelajaran, karena dengan menggunakan pendekatan
itu siswa akan dilatih untuk mengontruksikan pengalaman/pengetahuannya
dan mengaitkan konteks nyata yang dikenal siswa untuk mengontruksikan
pengetahuan matematika oleh siswa itu sendiri dengan pelajaran yang akan
dipelajari. Dengan menggunakan pendekatan semacam ini siswa akan
lebih cepat memahami apa yang sedang dipelajari, dan pelajaran yang
diperoleh akan lebih melekat dalam ingatan siswa.
2.
Prestasi belajar merupakan suatu hasil kemampuan
yang dimiliki
seseorang sebagai proses belajar ataupun merupakan penguasaan
pengetahuan, keterampilan yang dikembangkan pada mata pelajaran yang
biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan guru.
seseorang sebagai proses belajar ataupun merupakan penguasaan
pengetahuan, keterampilan yang dikembangkan pada mata pelajaran yang
biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan guru.
3.
Peningkatan prestasi belajar adalah
merupakan suatu hasil belajar siswa
berupa nilai/angka yang lebih tinggi dari pada nilai sebelumnya.
berupa nilai/angka yang lebih tinggi dari pada nilai sebelumnya.
BAB II
LANDASAN
TEORITIS
2.1
Tujuan
Pembelajaran Matematika SMA
Disetiap pendidikan pasti ada matematika. Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa mulai dari
tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah atas bahkan sampai ke
perguruan tinggi. Hal ini disebabkan
matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari bagi
sains, perdagangan dan industri. Di samping matematika menyediakan suatu daya,
alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigius serta berfungsi sebagai alat
untuk mendeskripsikan dan memprediksi (Jailani dalam Hamzah, 2008: 129) . Matematika sebagai
salah satu ilmu yang harus dipelajari di setiap jenjang pendidikan tersebut
mempunyai objek yang bersifat abstrak, sifat objek matematika yang abstrak pada
umumnya dapat membuat materi matematika sulit ditangkap dan dipahami, akan
tetapi hal tersebut seharusnya bukan menjadi alasan bagi siswa untuk takut
terhadap pelajaran matematika, tetapi justru menjadikan siswa tertantang untuk
selalu mempelajarinya. Pembelajaran matematika yang ada di sekolah diharapkan
menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan bagi siswa dan melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan selalu termotivasi dan
tidak merasa bosan dengan pembelajaran matematika. (Fitriati,2014:10).
Matematika sebagai salah satu bidang studi yang
diajarkan di SMA dan MAN mempunyai tujuan pengajaran tersendiri yang disebut
tujuan kurikuler matematika. Untuk menjelaskan tujuan pengajaran
matematika di SMA dan MAN, maka alangkah lebih baik jika terlebih dahulu kita
harus memahami tujuan mempelajari matematika seperti dikemukakan oleh Andi
Hakim Nasution, yaitu sebagai berikut:
- Matematika dapat digunakan untuk mengetahui
gejala-gejala alam.
- Dengan penggunaan metode matematika dapat
diperhitungkan segala sesuatu dalam pengambilan keputusan.
- Matematika penting sebagai sains untuk
perkembangan budaya bangsa.
- Matematika dapat digunakan dalam lapangan kerja.
- Matematika dapat menyampaikan ide-ide secara
benar, tepat dan jelas kepada orang lain. (Andi Hakim
Nasution, 1981:10)
Adapun tujuan
umum pengajaran matematika di SMA dan MAN adalah seperti tercantum dalam
kurikulum tahun 2004 adalah sebagai berikut:
- Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi,
eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten.
- Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan
imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen,
orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba –
coba.
- Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
- Mengembangkan kemampuan meyampaikan informasi
atau meng-komunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.(Depdikbud,
2004 : 216).
Sementara itu tujuan khusus pengajaran matematika di SMA dan MAN adalah:
Agar siswa
memiliki kemampuan yang dapat digunakan melalui kegiatan matematika sebagai
bekal untuk melanjutkan kependidikan keperguruan tinngi serta mempunyai
keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika
sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai
pandangan yang luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan
disiplin serta menghargai kegiatan matematika.(Ibid: 217).
2.2
Belajar dan Hasil Belajar
Menurut Ausubel belajar dikatakan bermakna jika informasi yang akan
dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitifnya sehingga siswa
tersebut mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimilikinya (Ibid: 35). Belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan kecakapan. Menurut Morgan belajar dapat
didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan
terjadi sebagai hasil latihan atau
pengalaman (Rahma Johar, dkk., 2006 : 18).
Dalam hubungannya dengan belajar, maka Amirin dan Samsu Irawan (2000:43), mengatakan hasil
belajar adalah kemajuan yang diperoleh seseorang dalam segala hal akibat dari
belajar. Seseorang yang mempelajari suatu melalui proses pembelajaran telah
mernperoleh hasil dari apa yang telah dipelajarinya, hasil maksimal yang
diperoleh inilah yang dikatakan hasil belajar. Sudjana (2001:82), menjelaskan hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
Selanjutnya Djaali mendefinisikan matematika bahwa matematika sebagai ilmu
pengetahuan tentang ruang dan bilangan, ia sering dilukiskan sebagai suatu
kumpulan sistem matematika yang mempunyai struktur tersendiri dan bersifat
deduktif. Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur dan hubungannya yang
teratur menurut aturan yang logik (Anonim,1991:59). Belajar matematika merupakan belajar
konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang sedang dipelajari,
serta mencari
hubungan diantara konsep dan struktur tersebut (Karso, 1994: 40).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar
matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan
siswa, dimana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada peningkatan kemampuan
dalam mempelajari matematika, sedangkan guru dalam mengajar harus pandai
mencari pendekatan pembelajaran yang akan membantu siswa alam kegiatan
belajarnya. Selanjutnya, dalam proses belajar mengajar matematika, pengajar seyogyanya
memahami teori-teori tentang belajar dan penguasaan materi pengajaran harus
dipenuhi oleh seorang pengajar sehingga belajar matematika bermakna bagi siswa.
Proses belajar mengajar matematika akan terlihat bila terjadi interaksi dua arah
antara pengajar/guru dan peserta didik/siswa. Hasil belajar matematika dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi
yang bertujuan untuk mendapatkan data yang menunjukkan sejauh mana tingkat
kemampuan dan keberhasilan matematika siswa dalam pencapaian tujuan
pembelajaran.
2.3
Pendekatan Mathematic
Realistic
2.3.1
Landasan Filosofi Matematika
Realistik
Landasan
filosofi Pendidikan Matematika Realistik
adalah merupakan teori
pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda. Teori ini berangkat dari pendapat
Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan
dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat
matematika seseorang memecahkan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi
atau matematisasi materi pelajaran (Gravemeijer 2003: 1). Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat
dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan
matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang
memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika
berdasarkan usaha mereka sendiri.
Fauzan (2002:35) menjelaskan
bahwa, “proses pengembangan konsep dan ide matematika dimulai dari kehidupan
nyata, dan menghubungkan solusi yang didapatkan, kembali kepada kehidupan
nyata.” Sehingga dapat dikatakan bahwa yang dilakukan dalam pembelajaran
matematika adalah mengambil suatu permasalahan berdasarkan kenyataan,
menjadikannya sebagai proses matematika, dan membawakannya lagi kepada
kenyataan. Semua proses ini menuntun kepada pengertian matematika secara
konseptual (conceptual matematization).
Dalam Matematika Realistik dunia nyata digunakan sebagai
titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Menurut Blum &
Niss, dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata
pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan
sekitar kita. Gravemeijer (1994: 84)
menggambarkan kedua proses matematisasi sebagai berikut:
Sistem
Matematika Formal
|
Bahasa
Matematika
|
Algoritma
|
Diselesaikan
|
Soal-soal
Kontekstual
|
Diuraikan
|
Gambar 1. Matematisasi Horisontal dan Vertikal
Dalam matematisasi horisontal,
siswa mulai dari soal-soal kontekstual, mencoba menguraikan dengan bahasa dan
simbol yang dibuat sendiri, kemudian menyelesaikansoal tersebut. Dalam proses
ini, setiap orang dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda
dengan orang lain. Dalam matematisasi vertikal, kita juga mulai dari soal-soal
kontekstual, tetapi dalam jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung,
tanpa bantuan konteks.
2.3.2
Definisi PMRI / (Matematika Realistik)
Secara garis besar PMRI
atau Matematika Realistik adalah suatu teori pembelajaran yang telah
dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini sejalan
dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang
didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang
matematika dan mengembangkan daya nalar.
2.3.3 Ciri-Ciri PMRI
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah
pendekatan pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Menggunakan masalah
kontekstual, yaitu matematika dipandang sebagai kegiatan sehari-hari manusia,
sehingga memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi atau dialami oleh siswa
(masalah kontekstual yang realistik bagi siswa) merupakan bagian yang sangat
penting.
2)
Menggunakan model, yaitu belajar matematika
berarti bekerja dengan matematika (alat matematis hasil matematisasi
horisontal).
3)
Menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu
siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah
bimbingan guru.
4)
Pembelajaran terfokus
pada siswa.
5)
Terjadi interaksi
antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi kegiatan memecahkan
masalah kontekstual yang realistik, mengorganisasikan pengalaman matematis, dan
mendiskusikan hasil-hasil pemecahan masalah tersebut (Suryanto & Sugiman
dalam Supinah, 2008: 16).
2.3.4 Pelaksanaan PMRI
Untuk
dapat melaksanakan PMRI kita harus tahu prinsip-prinip yang digunakan PMRI. PMRI menggunakan prinsip-prinsip Matematika Realistik, untuk itu karakteristik Matematika Realistik ada dalam PMRI. Ada tiga prinsip kunci Matematika Realistik
(Gravemeijer dalam Fauzan, 2008: 24-32), yaitu:
1. Penemuan (kembali) secara
terbimbing (guided reinvention)
Melalui topik-topik matematika yang disajikan,
siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses
yang dilalui oleh para pakar matematika ketika menemukan konsep-konsep
matematika.
2.
Fenomena didaktik (didactical phenomenology)
Topik-topik
matematika yang diajarkan mesti dikaitkan dengan fenomena sehari-hari.
Topik-topik ini dipilih dengan dua pertimbangan yaitu aplikasinya dan
kontribusinya untuk perkembangan matematika lanjut.
3. Pemodelan (emerging models)
Melalui
pembelajaran dengan pendekatan Matematika
Realistik, siswa mengembangkan
model mereka sendiri sewaktu memecahkan soal-soal kontekstual. Pada awalnya, siswa akan
menggunakan model pemecahan yang informal (model
of). Setelah terjadi interaksi dan diskusi dikelas, salah satu pemecahan
yang dikemukakan siswa akan berkembang menjadi model yang formal (model for).
2.3.5 Karakteristik PMRI
Karakteristik Matematika Realistik merupakan karakteristik PMRI.
(Van den Heuvel–Panhuizen dalam Supinah, 2008: 19-20), merumuskan karakteristik
Matematika
Realistik sebagai berikut:
1)
Prinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas
manusia. Si pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam
pembelajaran matematika.
2)
Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogyanya
dimulai dengan masalah-masalah yang realistik atau dapat dibayangkan oleh
siswa.
3)
Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar
matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu
menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal,
melalui skematisasi memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai
mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.
4)
Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau
topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian
yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat
hubungan antaramateri-materi itu secara lebih baik.
5)
Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang
sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan
menyampaikan strateginya menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk
ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya
menemukan itu serta menanggapinya.
6)
Prinsip bimbingan, yaitu
siswa perlu diberi kesempatan terbimbing untuk menemukan (re-invent) pengetahuan
matematika.
2.3.6 Konsepsi PMRI
Dikemukakan
oleh Sutarto Hadi (2003: 2) bahwa teori PMRI sejalan dengan teori belajar yang
berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual
(CTL). Namun baik konstruktivisme maupun pembelajaran kontekstual mewakili
teori belajar secara umum, sedangkan PMRI suatu teori pembelajaran yang
dikembangkan khusus untuk matematika. Juga telah disebutkan terdahulu, bahwa
konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki
pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana
meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar.
Lebih lanjut berkaitan dengan konsepsi PMRI ini, Sutarto Hadi mengemukakan
beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru dan pembelajaran yang mempertegas
bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru pendidikan, sehingga PMRI pantas untuk
dikembangkan di Indonesia.
1)
Konsepsi
PMRI tentang siswa adalah sebagai berikut:
a.
Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif
tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
b.
Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
c.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan
yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali
dan penolakan.
d.
Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk
dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
e.
Setiap
siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan
mengerjakan matematik.
2)
Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut:
a.
Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
b.
Guru harus mampu membangun pembelajaran yang
interaktif.
c.
Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
secara aktif terlibat pada proses pembelajaran dan secara aktif membantu siswa
dalam menafsirkan persoalan real.
d.
Guru tidak terfokus pada materi yang ada di dalam
kurikulum, tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia real, baik fisik
maupun sosial.
3)
Konsepsi
PMRI tentang pembelajaran Matematika meliputi aspek-aspek berikut:
a.
Memulai
pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ’real’ bagi siswa sesuai
dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat
dalam pembelajaran secara bermakna.
b.
Permasalahan
yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam pembelajaran tersebut.
c.
Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model
simbolik secara informal terhadap persoalan atau permasalahan yang diajukan.
d.
Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa
menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami
jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan
ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan
refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil
pembelajaran.
2.4 Alat Peraga
dalam Pembelajaran Matematika
Media pembelajaran adalah suatu alat
yang dapat membantu siswa supaya terjadi proses belajar. Dengan menggunakan
media pembelajaran diharapkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman nyata
sehingga materi pembelajaran mudah dipahami, dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa, dapat mendorong siswa mengingat apa yang sudah dipelajari.
Menurut Estiningsih(1994) alat peraga
merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan cirri-ciri dari
konsep yang dipelajari. Fungsi utama dari alat peraga adalah untuk menurunkan
keabstrakan dari konsep, agar siswa mampu memahami arti dari konsep tersebut.
Dengan melihat, meraba, memanipulasi obyek/alat peraga maka siswa mempunyai
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari tentang arti dari suatu konsep.
Banyak orang memandang bahwa matematika
merupakan mata pelajaran yang amat sulit, meskipun demikian semua orang harus
mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari serta matematika merupakan ilmu pengetahuan yang
merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang lain karena hampir semua bidang ilmu
pengetahuan memerlukan matematika yang sesuai. Menurut Standar Isi Permendiknas
Nomer 4 22 Tahun 2006, matematika mulai dipelajari di sekolah dasar, untuk itu
agar siswa dapat memahami matematika dengan baik diperlukan pemahaman konsep
dasar dalam matematika.
Menurut teori J. Piaget perkembangan
kognitif seseorang dari bayi sampai dewasa terbagi atas empat tahap, yaitu:
1. Tahap
sensorik motorik(0 – 2 tahun)
2. Tahap
pra operasional (2 – 7 tahun)
3. Tahap
operasional konkrit (7 – 11 tahun)
4. Tahap
formal (lebih dari 11 tahun)
Berdasarkan teori Piaget tampak bahwa
pada awal, anak belajar melalui hal-hal yang konkrit atau nyata dalam arti
dapat diamati dengan menggunakan panca indera anak. Untuk memahami konsep
matematika yang bersifat abstrak, anak memerlukan benda-benda konkrit.
Penelitian
ini menggunakan alat peraga berupa pelambungan dadu dan pelemparan koin. Alat
peraga dadu dan koin ini dapat membantu siswa dalam mempelajari materi peluang
khususnya dalam menentukan peluang kejadiannya. Berdasarkan
teori di atas, siswa SMA merupakan peralihan dari tahap operasional konkrit menuju ke tahap
formal maka dalam membelajarkan matematika kepada siswa masih diperlukan azas
peragaan agar pembelajaran menjadi bermakna dalam meningkatkan pemahaman dan
daya tarik siswa untuk mempelajarai matematika.
2.5
Tinjauan
Terhadap Materi Peluang
Penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti
hanya meliputi cara menentukan suatu peluang kejadian yaitu percobaan, kejadian, titik sampel, ruang sampel dan frekuensi
relatif. Adapun rangkumannya peneliti berpanduan pada beberapa buku paket
yang ada dan referensi lainnya.
Ø
Percobaan, Ruang Sampel dan Titik Sampel
Kegiatan
mengetos uang logam dan mengetos dadu disebut percobaan. Dalam setiap
percobaan, selalu ada hasil. Sebagai contoh, percobaan mengetos uang logam,
hasilnya muncul sisi angka (A) atau sisi gambar (G).
Percobaan adalah
suatu kejadian yang memberikan suatu hasil yang dapat diamati. Hasil yang
diamati dalam suatu percobaan disebut hasil percobaan.Himpunan dari
semua hasil yang mungkin untuk suatu percobaan disebut ruang sampel.
Sebagai contoh, untuk percobaan mengetos uang logam, ruang sampel diberi notasi
S (singkatan dari “sampel”) dapat dinyatakan sebagai : S = {A, G}
Untuk
percobaan mengetos dadu, ruang sampelnya dapat dinyatakan sebagai berikut :
S = {1, 2, 3,
4, 5, 6}
Tiap elemen
dalam ruang sampel S disebut titik sampel. Titik-titik sampel untuk
percobaan mengetos uang logam adalah A dan G. Titik-titik sampel untuk
percobaan mengetos dadu adalah 1, 2, 3, 4, 5 dan 6.
Ø
Menyatakan Ruang Sampel dari Suatu Percobaan
Untuk meyatakan
ruang sampel dari suatu percobaan, semua hasil yang mungkin perlu terlebih
dahulu didaftar. Hal ini dapat dilakukan menggunakan diagram pohon ataupun
tabel.
a. Percobaan
mengetos dua uang logam
– Menggunakan tabel
A
|
G
|
|
A
|
AA
|
AG
|
G
|
GA
|
GG
|
Dengan demikian, ruang sampelnya adalah S = {AA, AG, GA GG}
b. Percobaan mengetos dadu dan kemudian uang logam
– Menggunakan tabel
A
|
G
|
|
1
|
1A
|
1G
|
2
|
2A
|
2G
|
3
|
3A
|
3G
|
4
|
4A
|
4G
|
5
|
5A
|
5G
|
6
|
6A
|
6G
|
Dengan
demikian, ruang sampelnya adalah S = {1A, 1G, 2A, 2G, 3A, 3G, 4A, 4G, 5A, 5G,
6A, 6G}
Suatu kejadian
atau event, diberi notasi E, didefinisikan sebagai suatu himpunan
bagian dari suatu ruang sampel. Suatu kejadian yang hanya memiliki sati titik
sampel dalam S disebut kejadian sederhana. Dan suatu kejadian yang
memiliki lebih dari satu titik sampel dalam S disebut kejadian majemuk.
Ø Peluang
Suatu Kejadian
Dalam
percobaan mengetos satu keping uang logam, hasil percobaan yang mungkin muncul
adalah muncul A atau G. Dalam suatu pengetosan, tidak dapat dipastikan apakah
akan muncul A atau G. Untuk uang logam yang sempurna (homogeny, simetris dan
tidak cacat) dapat diasumsikan bahwa kemungkinan muncul A atau G adalah sama.
Untuk uang logam dittos sebanyak 100 kali, sisi A muncul kira-kira 50 kali.
Ketika
dilakukan pengetosan uang logam sebanyak n kali dan akan diamati salah
satu sisinya, misalnya sisi A, jika sisi A muncul k kali dalam n kali
percobaan maka harga disebut frekuensi relatif. Jika n
makin besar maka harga akan mendekati suatu harga mantap, yaitu .
Harga mantap inilah yang merupakan dasar dari teori peluang. Dengan demikian,
dalam pengertian peluang, selalu diambil asumsi dasar bahwa kemungkinan muncul
salah satu elemen dalam ruang contoh S adalah sama dengan kemungkinan muncul
elemen lainnya.
Pada
percobaan mengetos sekeping uang logam, sisi uang logam ada dua, yaitu A dan G.
Sesuai dengan asumsi dasar, kemungkinan muncul A sama dengan kemungkinan muncul
G sehingga :
P (A) = P
(G)
Pada
percobaan mengetos sebuah dadu mata enam, yaitu mata 1, 2, 3, 4, 5 dan mata 6.
Sesuai dengan asumsi dasar, kemungkinan muncul salah satu mata dadu sama dengan
kemungkinan muncul mata dadu lainnya, sehingga :
P(1) = P(2)
= P(3) = P(4) = P(5) = P(6)
Jika suatu
kejadian E dapat terjadi dengan k cara sedangkan semua kemungkinan dari
hasil percobaan dapat terjadi dengan n cara maka peluang dari kejadian
E, diberi notasi P(E) adalah :
P(E) =
Ø Menentukan
Peluang Suatu Kejadian
Adapun langkah-langkah untuk menetukan
nilai peluang suatu kejadian adalah sebagai berikut :
1. Menuliskan
ruang sampel dari percobaan yang dilakukan
2. Menuliskan
himpunan yang berhubungan dengan kejadian
3. Menentukan nilai peluang suatu kejadian
Contoh
Dari
pengetosan dua buah dadu, tentukan peluang munculnya mata dadu yang berjumlah 6.
Penyelesaian
:
Menuliskan
ruang sampel dari percobaan yang dilakukan
1.
Untuk menyatakan ruang sampel dari percobaan ini perlu
terlebih dahulu didaftar semua hasil yang mungkin. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan tabel.
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|
1
|
(1,1)
|
(1,2)
|
(1,3)
|
(1,4)
|
(1,5)
|
(1,6)
|
2
|
(2,1)
|
(2,2)
|
(2,3)
|
(2,4)
|
(2,5)
|
(2,6)
|
3
|
(3,1)
|
(3,2)
|
(3,3)
|
(3,4)
|
(3,5)
|
(3,6)
|
4
|
(4,1)
|
(4,2)
|
(4,3)
|
(4,4)
|
(4,5)
|
(4,6)
|
5
|
(5,1)
|
(5,2)
|
(5,3)
|
(5,4)
|
(5,5)
|
(5,6)
|
6
|
(6,1)
|
(6,2)
|
(6,3)
|
(6,4)
|
(6,5)
|
(6,6)
|
Maka, n(S)
= 36
2. Menuliskan himpunan yang berhubungan dengan
kejadian
E = {((1,6),
(2,5), (3,4), (4,3), (5,2), (6,1)}
n(E) = 6
3. Menentukan nilai peluang suatu kejadian
P(E) =
=
=
Maka nilai
peluang munculnya mata dadu yang berjumlah 6 adalah
Ø Frekuensi
Harapan Suatu Kejadian
Frekuensi
harapan suatu kejadian (diberi notasi F(E)) didefinisikan sebagai hasil
kali banyak percobaan (n kali) dan peluang kejadian akan terjadi dalam
suatu percobaan, P(E). Secara matematis diberikan oleh
F(E) = n x
P(E)
Contoh
Misalkan
dilakukan percobaan menarik secara acak sebuah kartu dari satu set kartu remi,
kemudian mengembalikannya (satu set kartu remi terdiri dari 52 kartu). Tentukan
frekuensi harapan yang terambil adalah kartu As jika percobaan dilakukan 78
kali.
Penyelesaian
Peluang
kejadian E akan dihitung dahulu, yaitu terambilnya sebuah kartu As dari satu
set kartu remi.
Banyak
elemen ruang sampel S, n(S) = 52
Banyak kartu
As ada empat, n(E) = 4
Peluang
kejadian terambil kartu As, diberikan oleh
P(E) =
=
=
Frekuensi
harapan yang terambil kartu As dalam 78 kali percobaan adalah
F(E) = n x
P(E)
= 78 x
= 6
Rangkuman:
·
Percobaan adalah suatu kejadian yang
memberikan suatu hasil yang dapat diamati. Hasil yang diamati dalam suatu
percobaan disebut hasil percobaan.
·
Himpunan dari semua hasil yang mungkin untuk
suatu percobaan disebut ruang sampel.
·
Untuk mengetahui himpunan semua ruang sampel dapat
dilakukan dengan menggunakan tabel atau diagram pohon.
·
Peluang kejadian E, dinotasikan P(E) dinyatakan
sebagai, P(E) =
·
Frekunsi harapan, dinotasikan F(E) dinyatakan
sebagai, F(E) = n x P(E)
2.6
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan
Matematika Realistik pada Materi Peluang
Pembelajaran
materi pecahan ini dapat dimulai dengan memanfaatkan lingkungan sekeliling
siswa untuk menyebutkan atau memilih benda-benda yang bisa dijadikan untuk contoh
dalam menentukan peluang suatu kejadian, contohnya dadu dan dan uang logam.
Pembelajaran dengan pendekatan Matematika
Realistik ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan
lingkungan alamiah siswa untuk memudahkan siswa dalam belajar.
Pada pendekatan
Matematika Realistik ini terdapat lima langakh pembelajaran,
yaitu:
Langkah 1.
Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual (soal) peluang
mngenai dugaan munculnya suatu kejadian. Kemudian meminta siswa untuk memahami
masalah yang diberikan tersebut. Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami
oleh siswa, guru memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian yang
belum dipahami siswa. Karakteristik Matematika Realistik yang muncul
pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual
sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu
interaksi.
Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa mendeskripsikan soal yang telah diberikan tadi,
melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada soal tersebut, dan
memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan
masalah soal dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang
dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang
satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan
terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah
tersebut. Karakteristik Matematika Realistik yang muncul
pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model.
Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka secara berkelompok, selanjutnya
membandingkan dan mendiskusikan pada diskusi kelas. Pada tahap ini, dapat
digunakan siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya meskipun pendapat
tersebut berbeda dengan lainnya.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga yaitu menggunakan kontribusi siswa (students constribution) dan karakteristik keempat yaitu terdapat interaksi (interactivity) antara siswa dengan siswa lainnya.
Langkah 4. Menyimpulkan
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga yaitu menggunakan kontribusi siswa (students constribution) dan karakteristik keempat yaitu terdapat interaksi (interactivity) antara siswa dengan siswa lainnya.
Langkah 4. Menyimpulkan
Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru memberi
kesempatan pada siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur yang
terkait dengan masalah realistik yang diselesaikan. Karakteristik pembelajaran
matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah adanya interaksi
(interactivity) antara siswa dengan guru (pembimbing).
2.7 Efektivitas
Dalam kamus Inggris-Indonesia (dalam Budiono,
2000:96), efektivitas berasal dari kata “effective”, yang artinya “berhasil”
atau “ditaati”. Efektivitas (berjenis kata benda) berasal dari kata dasar
efektif (kata sifat). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga
(2003:284) yang disusun oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan nasional,
efektif adalah: (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruh, kesannya), (2) manjur
atau mujarab, (3) dapat membawa hasil; berhasil guna, (4) mulai berlaku.
Sementara itu menurut Hamdani (2011:55) cara mengukur
efektivitas adalah menentukan tranferbilitas (kemampuan memindahkan)
prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang
lebih singkat dengan strategi tertentu daripada strategi yang lain, strategi
itu lebih efektif. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau skill yang
dipelajari lebih besar dicapai melalui strategi tertentu dibandingkan strategi
lain, strategi tersebut lebih efektif untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa
pengertian efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu
proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran
dengan pendekatan Matematika Realistik merupakan salah satu tipe
pembelajaran terkait dengan dunia nyata dimana dalam pendekatan pembelajaran
ini menekankan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah yang memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik. Penekanan efektifitas
pada penelitian ini adalah sejauh mana pendekatan Matematika Realistik pada pembelajaran matematika di Kelas X MAN dapat meningkatkan pencapaian
akhir hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
Matematika Realistik dikatakan
efektif jika aspek di atas terpenuhi, dengan syarat ketuntasan hasil belajar
siswa terpenuhi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis
dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
melihat kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar matematika siswa. Untuk
mencapai tujuan itu maka penulis mengambil jenis penelitian yaitu penelitian
eksperimen. Menurut Lufri (2007:60) mengungkapkan bahwa “Penelitian eksperimen adalah penulisan yang mengadakan perlakuan (manipulasi) terhadap
variabel penulisan (variabel bebas) menggunakan dua kelas yaitu kelas
eksperimen dan kelas control”
Desain
penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu Pretest-posttest control group design. Penelitian ini melibatkan dua kelas, yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diajarkan dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik, sedangkan untuk kelas kontrol diajarkan dengan
menggunakan pendekatan konvensioal. Rancangan penelitian
ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel
3.1 Rancangan Penelitian
Grup
|
Tes
Awal
|
Treatment
|
Tes
Akhir
|
Eksperimen
|
O1
|
X
|
O2
|
Kontrol
|
O3
|
-
|
O4
|
Sumber: Rancangan Penelitian
Keterangan:
X =
Pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran
Realistic
Mathematics Education
O1 dan O2 = Nilai tes awal dan tes akhir
kelas eksperimen
O3 dan O4 = Nilai tes awal dan tes akhir kelas
kontrol
3.2
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di MAN 3 Banda Aceh. Peneliti memilih MAN 3 Banda Aceh sebagai tempat penelitian karena
telah mengadakan pengamatan terhadap keadaan sekolah sehingga dapat mempermudah proses penelitian yang akan
dilakukan.
Waktu
yang dibutuhkan peneliti dalam melakukan penelitian adalalah sebanyak 2 minggu
dengan 8 kali pertemuan dengan rentang waktu dari tanggal 4 Mai – 14 Mai 2015.
3.3
Populasi dan Sampel
Menurut Arikunto (2006:130) ”Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X MAN Tahun
Pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 5 kelas yaitu: X IPA 1, X IPA 2, X IPA 3, X IPS
1, dan X IPS 2. Sedangkan sampel adalah
sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto:2002). Sampel yang
dipilih haruslah representative yaitu menggambarkan keseluruhan karakteristik
dari suatu populasi. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan maka dibutuhkan
satu kelas sampel, untuk menentukan keefektifan pendekatan yang dipakai.
Mengingat populasi yang
terlalu banyak, sampel diambil dua kelas dengan tingkat kemampuan yang sama
(homogen). Setelah dilakukan wawancara dengan guru matematika di MAN 3 Banda
Aceh, maka diperoleh sampel penelitian yaitu kelas X IPS 1 yang berjumlah 25 siswa sebagai kelas
eksperimen yang di ajarkan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan Matematika Realistik dan
kelas X IPS 2 yang berjumlah 27 siswa sebagai kelas kontrol yang diajarkan
dengan pembelajaran konvensional. Peneliti memilih kelas tersebut dikarnakan kemampuan
siswa-siswanya masih memiliki tingkat kemampuan rendah dalam pemecahan
masalah pada materi peluang maka peneliti ingin mencoba meningkatkan pemampuan
pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik.
3.4
Teknik
Pengumpulan Data
Adapun
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1.
Tes
Untuk memperoleh data dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data berupa tes. Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan
yang sudah ditentukan (Suharsimi Arikunto, 2003:52). Dalam hal ini digunakan dua kali tes yaitu tes
awal dan tes akhir
a.
Tes Awal
Tes awal diberikan kepada
siswa sebelum dimulai kegiatan belajar-mengajar. Tes awal ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum pendekatan Matematika Realistik diterapkan.
b. Tes
Akhir
Tes akhir yaitu tes yang
diberikan kepada siswa setelah berlangsung proses pembelajaran. Tes akhir ini
bertujuan untuk melihat hasil belajar siswa terhadap materi peluang dengan
menggunakan pendekatan Matematika
Realistik.
3.5 Instrumen
Pengumpulan Data
Untuk mempermudah dalam pengumpulan data dan
analisis data, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen
penelitian yaitu:
3.5.1
Lembar
Tes
Tes digunakan berbentuk essay yang dibuat oleh peneliti setelah terlebih dahulu
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru bidang studi. Lembar tes hasil
belajar yang berbentuk soal tes tertulis yang terdiri dari soal tes awal dan tes akhir. Soal tes
awal dan tes akhir dalam bentuk soal essay yang masing-masing lima butir
soal.
3.6
Teknik
Analisis Data
Tahap analisis data
merupakan tahap yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena pada tahap
inilah peneliti dapat menjawab permasalahan penelitian yang telah dirumuskan.
Setelah semua data terkumpulkan, maka untuk mendeskripsikan data penelitian
dapat dilakukan perhitungan yang sesuai, maka dalam penelitian ini teknik data
yang digunakan adalah teknik data kuantitatif.
3.6.1
Data
Hasil Belajar Siswa
3.6.1.1
Analisis
Tes Hasil Belajar
Seorang siswa dikatakan
tuntas belajar secara individual apabila nilai yang diperoleh sesuai dengan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan di MAN 3 Banda Aceh
sebesar 76, sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas secara klasikal jika 85%
siswa tuntas secara individu. Data yang digunakan untuk menganalisis ketuntasan
hasil belajar adalah tes akhir. Jadi untuk menyimpulkan bahwa siswa dikatakan
tuntas belajar secara individu bila memiliki daya serap
76,
sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas belajar secara klasikal apabila mencapai
85%
siswa dikelas tersebut telah tuntas belajar. Jawaban tes digunakan untuk
melihat ketuntasan hasil belajar (fitriati, 2014:39).
Data yang sudah dikumpulkan dalam
penelitian ini berasal dari tes awal (Pre-Test)
dan tes akhir (Post-Test)
pada pokok
bahasan peluang dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik.
3.6.1.2
Analisis
Perbandingan Tes Hasil Belajar Menggunakan pendekatan Matematika Realistik dengan Pendekatan Konvensional
Untuk
pengolahan data tentang perbandingan tes hasil belajar
siswa dengan menggunakan pendekatan Matematika
Realistik dan dengan
menggunakan pembelajaran konvensional dapat
dianalisis dengan menggunakan uji-t.
Langkah-langkah
yang digunakan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
1.
Uji Normalitas
Uji normalitas
dilakukan untuk melihat bahwa data yang diperoleh merupakan sebaran secara
normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data digunakan uji chi kuadrat (
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji normalitas
adalah sebagai berikut:
a) Sudjana
mengemukakan langkah-langkah untuk membuat daftar distribusi frekuensi dengan
panjang kelas yang sama yaitu:
1)
Menentukan rentang (R) ialah data
terbesar dikurangi data terkecil
2)
Menentukan banyak kelas interval dengan
menggunakan aturan sturges yaitu: banyak kelas = 1 + (3,3) log n
3)
Menentukan panjang kelas interval (p)
dengan rumus:
P =
4)
Memilih ujung kelas bawah pertama, untuk
ini bisa diambil data sama dengan data terkecil atau data yang terkecil tetapi
selisihnya harus dikurangi data panjang kelas yang ditentukan (sujdana,
2005:47).
b)
Menghitung
rata-rata tes awal dan tes akhir, digunakan rumus (sujdana,
2005:47):
Keterangan :
xi = data ke i
fi = frekuensi data ke i
c)
Menghitung varians tes awal dan tes
akhir dapat digunakan rumus (ibid, 94):
Keterangan:
n = Banyak sampel
S2 = Varians
S = Simpangan baku
fi = Frekuensi yang sesuai dengan tanda
kelas interval
xi = Tanda kelas interval
d) Menghitung chi-kuadrat (
) menurut
Sudjana dengan rumus
(ibid:273):
Keterangan:
Oi = frekuensi Observasi
Ei = frekuensi yang diharapkan
k =
banyak data.
Langkah berikutnya adalah
membandingkan
hitung dengan
tabel dengan taraf
signifikan
dan derajat kebebasan (dk) = k-3, jika
maka data berdistribusi normal, jika
sebaliknya maka data tidak berdistribusi normal.
2.
Uji
Homogenitas
Fungsi
uji homogenitas adalah untuk mngetahui apakah sampel ini berasal dari populasi
dengan varians yang sama, sehingga hasil dari penelitian ini berlaku pada
populasi. Untuk menguji kesamaan varians kedua sampel menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut (ketut budayasa, 2002:17).
a)
H0:
(tidak
terdapat perbedaan antara varians kelas eksperimen dengan varians kelas
kontrol)
b)
H1:
(ada perbedaan antara varians kelas eksperimen
dengan varians kelas kontrol)
c)
Tetapkan
α
d) Kriteria penolakan H0
Tolak
H0 bila:
F ≥
dengan F =
,
dimana
atau F ≥
dengan F =
,
dimana
Dengan
v1 = n1-1, v2 = n2-1.
e)
Menghitung
statistik F
f)
Kesimpulan
g)
Uji
Hipotesis
Untuk menguji
hipotesis yang telah di rumuskan tentang apakah hasil belajar siswa yang
diajarkan dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik lebih baik daripada
hasil belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional,
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1)
Merumuskan H0
2)
Merumuskan H1
3)
Menetapkan nilai tingkat signifikan (α)
4)
Menetapkan kriteria penolakan H0
dan menentukan statistik yang sesuai
Jika
(varians sama)
Keterangan:
S
= varians gabungan
Derajat
kebebasan dk = n1
+ n2 – 2. Kriteria pengujian adalah terima Ho jika
dan tolak Ho untuk harga-harga t lainnya
(ibid:243).
Jika
varians tidak sama)
Keterangan:
S
= varians
gabungan
5) Menghitung
nilai statistik yang digunakan berdasarkan data-data sampel
6)
Menarik kesimpulan ( H0
diterima atau H0 ditolak).
DAFTAR
PUSTAKA
Hadi, S. [2005]. Pendidikan Matematika Realistik dan
Implementasinya. Tulip
Armanto,
D. [2002]. Teaching Multiplication and
Division Realistically in Indonesia Primary Schools: a prototype of local
instruksional theory. disertai dokter, University of Twente.
Depdiknas.
[2003]. Kurikulum Berbasis Kompetensi,
Standar kkompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas
Utami. D. A., Pendekatan Realistik Mathematic Education
(RME) Berbasis Pemecahan Masalah Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika.
(wikipedia) diakses melalui https://www.google.com/search?q=proposal+RME&ie=utf-8&oe=utf-8#q=proposalmeningkat+kemampuan+pemecahan+masalah+melalui+pendekatan+RME+pada+materi+pecahan.
2013
Dantes, Nyoman. [2012]. Metode Penelitian.
Yogyakarta: ANDI
Ketut Budayasa, Statistik, Universitas Negeri Surabaya: Pendidikan Matematika,
2002.
Depdiknas. [2000]. UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Depdiknas.
Blum, Niss,& Hadi, S. [2005]. Realistik Matematika Education.
Fitriati. [2014]. Pembelajaran Matematika SMP. Banda Aceh.
Mendikbud.
[2014]. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Dekdikbud.
Rahma
Johar, dkk.,[ 2006]. Strategi
Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Sudjana.[2002]. Metoda Statistik, Bandung:Tarsito.
Suryanto & Sugiman dalam Supinah. [2008]. Ciri-ciri PMRI. Jakarta
Van den Heuvel-Panhuizen dalam supinah. [2008]. Karakteristik PMRI. Jakarta.
Permendiknas. [2006]. Pembelajaran
Matematika. Jakarta: Balitbang Permendiknas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar